Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Mendengarkan Sekitarku Sehari-hari

Setiap hari dari pagi sampai siang, aku berada di tempat yang riuh rendah dengan celoteh orang-orang yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Ada yang sibuk dengan kertas, alat tulis, komputer, telepon, radio, dan ada pula yang sibuk bercakap-cakap secara sambil lalu. Suasana yang terbangun dari semua kegiatan itu begitu beragam, tidak selalu sama setiap hari, tapi rata-rata cukup 'normal' untuk ukuran kantor. Terkadang, suasana dapat pecah menjadi penuh canda tawa yang menyegarkan berkat celoteh cerdas tapi wagu dari seseorang yang ditanggapi pula secara 'bodoh' oleh orang lain. Namun, tidak jarang suasana terasa membosankan karena masing-masing tenggelam dalam kesibukannya dan praktis memutuskan tali kasih antar manusia yang berdampingan secara fisik. Aku mendapati ada berbagai jenis manusia yang bekerja di sekelilingku. Ada yang sungguh-sungguh bekerja dengan dedikasi tinggi apapun motivasinya, ada yang melalaikan tugas pokok fungsionalnya dengan melakukan kesenangan

Menjadi Pendengar yang Lihai

Saat ini aku sedang mencoba menulis secara spontan. Maksudnya, kali ini aku menulis langsung di blog ini tanpa perlu menulis terlebih dahulu di buku harian. Biasanya, aku menulis di buku harian terlebih dahulu, baru aku salin beberapa bagian yang menurutku layak untuk dibagikan. Tapi kali ini, aku mau mencoba kembali kemampuanku untuk menulis lepas dan bebas tanpa tendensi 'harus bagus'. Sudah siap? Yuk! Kesenanganku untuk mendengarkan cerita orang lain mungkin adalah hal yang tidak biasa bagi kebanyakan orang. Saking sukanya mendengarkan cerita orang lain, aku harus melontarkan pertanyaan-pertanyaan pemancing untuk memperoleh jawaban yang ingin kudengarkan. Misalnya, aku bertanya kepada temanku, "Bagaiamana kabarmu? Ada kabar baik apa hari ini? Sedang sibuk apa?" dengan harapan ia akan menjawab dengan jawaban yang tidak standar. Jika ia pelit menjawab, maka aku harus lihai mengorek jawaban lebih lanjut. Mungkin ini terkesan garing dan tidak ada gunanya ya. Tapi ent

Sinetron dan Harapanku

Sinetron masih menyuguhkan cerita-cerita cinta yang kelam, tragis, dan penuh air mata derita. Jarang sekali yang menceritakan tokohnya berkemenangan dalam perjalanan cintanya. Sungguh miris. Inikah potret masyarakat Indonesia yang ditangkap oleh para sineas televisi itu? Tidak adakah yang mampu memotret keindahan dan keagungan cinta kasih yang berkemenangan? Di manakah terang dan garam dunia itu? Herannya, banyak juga orang yang rela perasaannya dipermainkan oleh cerita sinetron yang berlarut-larut itu. Apa yang sebenarnya mereka saksikan? Berkaca diri? Dengan cermin yang suram? Betapa malangnya! Seandainya saja mereka pernah mengecap kasih surgawi yang agung dan mulia, tentu mereka tidak akan tertarik dengan gambaran palsu cinta sinetron-sinetron itu. Herannya lagi, aku sudah tidak merasa benar sendiri terhadap mereka yang masih mau dikadalin sinetron. Aku tidak marah-marah atau gemas lagi. Toleransi sudah berkembang menjadi pengertian dan simpati terhadap sesamaku yang terpikat o