Sopir Taksi yang Ramah


TUHAN…
Tolong ya, supaya aku dapat sopir taksi yang baik dan ramah. Amin.

                Waktu menunjukkan jam dua siang. Waktu pulang kerja. Hujan turun dengan derasnya. Untung tidak disertai angin kencang. Aku dan Mas Cah, pasangan hidupku alias suamiku, menjemput Asa di Tempat Penitipan Anak (TPA) seperti biasanya. Asa adalah anak anugerah TUHAN yang Dia percayakan untuk kami rawat. Baru berumur lima bulan dia, tapi polah tingkahnya sungguh luar biasa. Aktif dan terkenal ramah. Puji Tuhan! Kembali ke setting TPA… Hujan masih belum  berhenti, tapi sudah tidak sederas sebelumnya. Kami memutuskan untuk membawa pulang Asa dengan taksi saja. Yang naik taksi adalah aku dan Asa, sedangkan Mas Cah naik motor sambil membawa tas-tas.
                Sambil menunggu Mas Cah memanggil taksi, aku berdoa dalam hati supaya mendapat sopir taksi yang ramah dan baik hati, tidak judes atau dingin. Sudah dua kali aku naik taksi sambil menggendong Asa sebelum ini. Dua kali pula aku mendapat sopir yang kurang semanak. Mungkin karena waktu itu lagi hujan deras, jalanan sedikit banjir, lalu lintas padat, dan sopirnya agak sepaneng. Tapi kali ini aku mencoba sesuatu yang baru. Aku berdoa dengan sederhana namun lebih sungguh-sungguh. Sebelumnya aku memang tidak berdoa secara khusus memohon kepada TUHAN tentang sopir taksinya. Maka, aku melakukan semacam eksperimen doa.
                Taksi pun berhasil dipanggil. Saatnya membuktikan, apakah doaku terkabul. Waktu aku mau masuk dari pintu kanan kursi belakang, pak sopir membantu membukakannya dari dalam. Lumayan, pikirku. Kemudian, aku menyampaikan tujuanku kepada beliau.
                “Ke Pelem Kecut, Jalan Gejayan, ya, Pak!” seruku
                Jawaban Pak Sopir agak kurang jelas kudengar. Tak mengapa. Yang penting aku dan Asa sudah aman duduk di taksi dengan inisial V. Mas Cah seperti biasa sudah naik sepeda motor. Kesan pertama, jalannya tidak terburu-buru. Puji Tuhan. Kemudian aku lihat di dashboard depan, identitas Pak Sopir terpampang dengan jelas. Namanya adalah Pak Darmanto. Oke, aku catat baik-baik dalam hati. Kemudian, ketika sudah melaju di jalan Cik Ditiro, aku mulai obrolan basa-basi untuk mengetes temperamen Pak Darmanto.
                “Hujan ya, Pak.”
                “Iya,” agak lama Pak Darmanto menjawab. Tidak ada tanda-tanda tidak ramah. Lumayan.
                “Pakai angin gak, Pak, tadi?”
                “Tidak pakai angin,” jawab Pak Darmanto dengan sedikit lebih cair suasananya. “Kalau kemarin-kemarin pakai angin, terutama di daerah Sleman, Purwomartani.”
                “Iya, banyak yang rusak ya, Pak.”
                “Iya, banyak,” kebekuan mulai mencair. Puji TUHAN!
                “Kemarin di berita anginnya seperti tornado ya, Pak. Gambarnya dari atas sampai ke bawah.”
                “Iya…” dan Pak Darmanto pun berkomentar yang lumayan agak banyak, sehingga dialog pun mengalir dengan tidak terlalu kaku.
                Obrolan pendek-pendek pun terus berlangsung. Aku jadi tahu kalau Pak Darmanto itu asli Yogyakarta, tinggal di Minomartani. Sehari-hari bekerja membawa taksi dari pagi sampai malam. Target setoran sehari sekitar 180.000 rupiah. Jika kurang dari itu, maka harus berhutang dulu. Taksinya boleh dibawa pulang. Dalam hati, aku berdoa supaya TUHAN memberkati Pak Darmanto.
                Sampailah aku dan Asa dengan selamat di rumah Pelem Kecut. Taksi kubayar dan ketika keluar dari pintu sebelah kiri, kuucapkan terima kasih kepada Pak Darmanto. Mas Cah sudah menyambut di pintu pagar.
                “Matur nuwun, Pak Darmanto!” seruku. Kulihat beliau pun menjawab dengan lebih ramah lagi. Mungkin karena kusebut namanya.
                Akhirnya, terbuktilah sudah. Doaku yang sederhana dijawab TUHAN dengan sederhana pula, namun luar biasa. Aku minta diberi sopir taksi yang ramah, dan TUHAN memberikan apa yang kuminta. Puji Tuhan! Tentu saja dalam proses menerima jawaban doa tersebut, aku pun harus melangkah dengan iman. Aku mulai terlebih dahulu dengan menyapa pak sopir dengan namanya. Dan gayung pun bersambut. Meskipun hanya sebentar mengobrol, aku bisa merasakan bahwa atmosfer di dalam perjalanan itu terasa menyenangkan. Dan apa yang kulakukan ini pun aku percaya tidaklah sia-sia. Tuhan pun memberkati Pak Darmanto, aku yakin itu. Terpujilah nama TUHAN! Haleluya!

(Rumah kemuliaan TUHAN di Pelem Kecut, Kamis 13 Desember 2012)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.