Perjalanan Menyembah Tuhan bersama Don Moen dkk

Sabtu sore tanggal 2 November 2013 kemarin, kami (saya, Mas Cah, Naomi dan suaminya, serta Stevany) melakukan perjalanan ke Solo untuk menikmati konser musik pujian penyembahan bersama Don Moen dan Lenny Le Blanc. Perjalanan yang ditempuh dengan mobil sewaan terbilang cukup menegangkan sehingga mampu membuat saya merapal kalimat doa mohon keselamatan sampai di tujuan berulang-ulang. Jalanan cukup padat merayap sehingga waktu tempuh yang kami butuhkan menjadi panjang. Belum cukup dengan itu, tiket gratisan yang kami punya mewajibkan kami untuk masuk pintu benteng Vas Ten Burg di seberang sana. Walhasil, jadilah perjalanan malam kami bertambah menu dengan lintas alam benteng cagar budaya yang menjadi landmark kota Solo itu. Tidak apa-apa, cukup menyehatkan jiwa dan raga kok. Beruntung, MaS Cah membawa lampu senter kecilnya yang amat sangat bermanfaat itu.

Kami memasuki lokasi konser sudah terlambat lebih dari satu jam dari jadwal. Baru sekitar jam tujuh konser dibuka dengan menampilkan sambutan dari walikota. Setelah prosesi menyanyikan lagu Indonesia Raya, barulah konser dimulai dengan lagu pembukaan Think About His Love, yang sudah akrab dinyanyikan oleh kami semua yang menonton. Lagu demi lagu yang agak rancak dan masih cukup familier di telinga silih berganti kami nikmati bersama. Setiap kata pengantar lagu yang disampaikan oleh Don Moen membuat kami (saya dan MAs Cah) asyik menebak-nebak lagu apa yang hendak dibawakan, jadi mirip acara tebak lagu. Musik yang apik dan penghayatan yang ciamik membuat kami pun larut ikut memuji dan menyembah Tuhan.

Ada satu pemandangan yang cukup menakjubkan terjadi saat awal konser itu berlangsung. Secara iseng, saya menengadah ke langit di sebelah kiri atas saya (waktu itu posisi kami ada di atas benteng). Saya melihat segumpal besar awan putih yang berbentuk seperti tangan besar yang seolah-olah sedang memberkati ke arah panggung dan penonton. Saya konfirmasikan ke teman-teman seperjalanan, dan mereka pun mengiyakan bahwa awan tersebut berbentuk seperti tangan lengkap dengan kelima jarinya. Saya berpikir bahwa ini adalah suatu bentuk tanda yang luar biasa dari Tuhan. Saya berpikir betapa Tuhan berkuasa memberikan cuaca yang sangat cerah dan indah saat konser berlangsung, padahal beberapa hari sebelumnya hujan sering mengguyur dengan amat lebat. Kemudian, sungguh suatu berkat yang luar biasa bagi saya bisa menyaksikan perkenanan Tuhan melalui 'tanda' tangan Tuhan di langit itu.

Acara berlangsung dengan khidmat, syahdu, lembut, manis, dan sangat indah. Di pertengahan acara, kami turun ke lapangan dan duduk di deretan kursi belakang. Tidak dinyana, kembali Tuhan dengan lembut menyentuh hati saya. Kali ini saya terharu dan timbul berbelas kasihan ketika melihat seorang bapak menjajakan minuman buat para penonton. Saya perhatikan bagaimana bapak itu dengan tabah berjalan mondar-mandir dari deretan depan ke belakang. Mungkin bapak itu sama sekali tidak bisa menikmati indahnya konser karena kendala iman dan bahasa yang berbeda. Mungkin dalam pikirannya hanya ada tujuan untuk memperoleh penghasilan demi keluarganya yang di rumah. Air mata tak bisa dibendung meleleh dari mata saya. Kemudian hati saya pun tertuju kepada sesama warga bangsa dan negara yang kembali saya ingat untuk saya bawa dalam doa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang tiba-tiba terlintas dalam benak saya adalah yang mengatakan bahwa apabila umat Tuhan yang atasnya nama-Nya disebut mau bertobat dan menyesali dosanya, maka Tuhan akan mendengar dan memulihkan tanah mereka. Kembali saya menangis dengan air mata mengucur deras. Karena malu jika ketahuan menangis, segera saja air mata itu saya hapus. Lagu-lagu dan narasi yang disampaikan oleh Don Moen sungguh pas menjadi latar belakang proses Tuhan mengetuk hati saya. Di konser itu, bukan lagi Don Moen dkk yang jadi fokus melainkan Tuhan sendirilah yang merebut perhatian saya.

Konser yang indah itu diakhiri dengan pujian riang nan semangat berjudul God is Good dengan Don Moen sesekali memainkan gesekan biolanya. Air mata yang tertumpah dan tawa yang timbul mengingatkan saya akan peristiwa di perjanjian lama tentang pembangunan kembali Bait Allah yang telah runtuh. Angkatan lama menangis mengingat kemegahan bait suci yang lampau sedangkan angkatan muda bersorak-sorai menyaksikan sesuatu yang baru di mata mereka. Saya mendapati bahwa saya seperti angkatan lama yang bernostalgia dengan kegerakan Tuhan selama satu dekade yang lalu sementara Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang baru, yang belum pernah saya saksikan. Tuhan seolah menyampaikan bahwa Ia sedang menjawab doa-doa saya dan generasi saya selama dekade yang lalu itu. Dan dengan penuh sukacita saya menyambut jawaban Tuhan tersebut, kembali rasa haru memenuhi hati saya sehingga mau tidak mau air mata kembali meleleh. Saya cukup malu jika ketahuan Mas Cah, suami saya, manakala saya menangis lebay.

Saya berpikir konser Don Moen ini sepertinya secara pas memang dimaksudkan untuk saya ikuti. Pengaturan waktu dan jadwal kegiatan saya bisa pas sedemikian rupa sehingga saya bisa menikmati konser tanpa beban. Selain itu, saya memang seperti membutuhkan penyegaran roh jiwa dan tubuh yang sepertinya bisa saya peroleh dari konser itu. Terlalu banyak berkat dan anugerah Tuhan yang tercurah bagi saya pada khususnya dan bagi semua yang menonton pada umumnya yang tidak bisa saya uraikan satu per satu. Kiranya cerita yang saya bagikan ini dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi kita semua. Haleluya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.