Surat untuk Ibu (1): Sebuah Awal

23 Januari 2017

Ibu...
Ini aku... anakmu... apa kabar?
Setiap hari kita berjumpa di ladang anggur-Nya di tengah kota. Kita jarang punya waktu khusus berdua, hanya sekedar bersama, tanpa terganggu urusan kerja. Setiap hari kulihat Ibu begitu ulet dan gigih berjuang mempertahankan dan memajukan ladang-Nya. Ibu begitu bersemangat dan penuh energi. Sungguh luar biasa... Aku menyaksikan sendiri bagaimana Ibu berdialog dengan sesama pekerja di ladang-Nya. Ibu menjadi penopang bagi banyak orang di sana. Sungguh membuatku kagum dan bangga menjadi anakmu. Di balik semua ketegaran dan ketegasan itu, aku merasakan betapa lembut dan terkadang rapuhnya hati Ibu. Ibu begitu mudah tersentuh, bahkan terluka. Ibu sering terluka hati oleh sikap dan ucapan beberapa orang. Luka tersebut begitu pedih dan nyeri sehingga setiap kali Ibu mengekspresikannya, banyak orang yang ikut pula merasakannya. Termasuk aku. Ibu, setiap kali aku mengingat Ibu, aku selalu berdoa supaya TUHAN memberkati Ibu. Aku berdoa supaya Tuhan Yesus menyembuhkan luka hati Ibu, satu per satu. Apakah Ibu percaya bahwa Dia sanggup memulihkan hati dan jiwa Ibu? Aku percaya. Ibu, ini adalah surat cintaku untuk Ibu. Mungkin masih akan ada lagi surat-surat cinta untuk Ibu. Untuk saat ini, aku hanya ingin Ibu tahu bahwa aku sangat menyayangi Ibu. Itu saja.

Salam sayang
dari anak perempuanmu.

Mimi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.