Nun Jauh di Taman Firdaus

Di bawah rindangnya pohon kehidupan taman firdaus, sedang berlangsung perjamuan kasih yang riuh rendah suara canda tawa. Kasmolo dan anggota keluarganya sedang asyik menikmati aneka sajian menu surgawi yang terdiri dari roti manna, jus buah kehidupan, dan anggur yang menerbitkan sukacita tiada henti. Di tengah-tengah mereka, hadir pula Yesus Kristus, Sang Gembala Agung, junjungan Kasmolo dan keluarganya. Sambil menikmati kebersamaan, mereka saling bertukar cerita. Sang Gembala Agung nampak sangat berbahagia memandang sahabat-sahabat terkasih-Nya. Terkhusus saat Ia memandang Kasmolo, yang tertua di antara kaum keluarganya, yang duduk bersama-Nya. Kasmolo pun membalas perhatian-Nya dengan senyum penuh arti. Dan mereka berdua dengan tenang berjalan menjauh sejenak dari ramainya perjamuan.
Yesus mengajak Kasmolo menuju ke sudut taman. Di sana terdapat batu besar yang sering digunakan untuk berlutut berdoa. Pemandangannya mirip dengan taman Getsemani. Dan batu besar itu mirip sekali dengan batu yang menerima tetesan peluh darah-Nya dahulu kala. Kasmolo paham betul apa yang sedang Yesus pikirkan saat ini. Maka, berlututlah ia di depan Yesus. Yesus menerima sembah sujudnya. Mereka pun mencurahkan perhatian untuk orang-orang terkasih yang masih bergumul dan berjuang nun jauh di dunia.

***

Di dunia maya, jejak digital mencatat sesuatu yang menghangatkan hati. Anak-anak dan cucu-cucu Kasmolo saling berbagi kenangan indah tentang sang teladan hidup. Karena begitu berharganya kenangan tersebut, maka seorang anak berusaha merangkainya menjadi satu tulisan yang semoga bermanfaat. Dan inilah hasil karyanya.

***
Potone Yonathan Utomo. 

Tujuh tahun sebelum tulisan ini dibuat, pada bulan Oktober hari ke-29, seorang anak muda mengunggah foto lawas kakeknya ketika masih berusia sekitar 30-an. Di foto tersebut, sang kakek terlihat gagah dengan setelan jas dan rambut pendek yang disisir rapi. Tatapan matanya tampak penuh optimisme dan semangat. Sang kakek yang masih muda itu tampak bediri menghadap matahari, nampak dari arah bayangan yang tampak di foto. Pada dinding kronologi halaman media sosialnya, si anak muda menuliskan kalimat, “Foto kakek Kasmolo Paulus th 1930-an di Belanda.”
Tampak ada 20 orang menyukai unggahan itu, 58 orang mengomentari, dan 1 orang membagikan. Diawali dengan komentar-komentar ringan penuh canda tawa, unggahan itu juga mengabadikan komentar-komentar yagn lebih panjang dan penuh dengan hikmat. Komentar-komentar yang agak panjang dan berisi mutiara hikmat kehidupan itu dengan cermat dirangakai ke dalam satu tulisan. Inilah beberapa di antaranya.

Duh foto Eyang tersayang. Jadi ingat masa-masa pas aku SMP dulu dan suka liburan ke Yogya. Eyang selalu ngajakin aku jalan-jalan and sampai mengantar ke stasiun KA kalau pas aku kembali ke Jakarta. Thanks ya Yo utk share fotonya,demikian mbak Nita Irawati Murjani, cucu sang eyang menuliskan komentar panjang perdana.
Eyang Kasmolo sukanya baju putih karena sebagai dokter. Kepala eyang selalu dibotakin tiap bulan (mungkin tiap tanggal 17) sebagai peringatan akan kasih Tuhan padanya karena tidak jadi dipenggal tentara Jepang dulu. Demikian info dari mamiku dulu,tulis mas Rachmat Mahadian Jaya, seorang cucu lainnya.
... Aku gak pernah ketemu...tapi pas baby, Mbah molo yang lihat aku...terus nanya namaku. Itu kata mami dulu,sambung mbak Ruth Hapsari tidak mau kalah. Ruth Hapsari juga termasuk generasi cucu sang eyang.
Bapakku itu, oleh bapaknya (mbah Kasimin Paulus) diberi tugas dan tanggung jawab sebagai "Pohon Beringin" untuk adik-adik dan keluarga besarnya,tiba-tiba ibu Pudji Sri Rasmiati, seorang anak sang eyang ikut menimpali.
Masih seger dalam ingatan waktu Mbah Molo ke Medan bareng Te Ika, duuluu sekitar tahun 86 atau awal 87, waktu mami papi masih tugas di Medan, simbah kepingin beli sepatu semi boot, kami pergi ke Belawan, kira-kira satu jam dari Medan. Duuh, eyang, jadi kangen! Karena eyang minta tolong dipakaikan sepatunya, dan diikatkan talinya Aku bangga pernah memakaikan sepatu orang hebat yg bijaksana seperti Eyang Molokata mbak Annette Utomo Hutabarat, istri dari cucu sang kakek (mas Tommy).
Kalau aku memang tidak pernah melihat langsung eyang buyut Kasmolo. Tapi kata papa, tanggal lahir aku sama dengan eyang buyut. Tanggal 16 januari, kan? Mudah-mudahan karakter dan sifat yang baik dari eyang buyut Kasmolo ada juga melekat di diri aku. Heheheimbuh Rebecca Paulina, putri bungsu mas Tommy dan mbak Annette.
Ya amin. Setia, jujur, teguh dan taat pada Tuhan, sederhana, melayani orang yang gak mampu, mempunyai 30 lebih anak asuh yang dibiayai sekolahnya, rajin baca Alkitab tiap pagi dan membawa orang lain untuk setia pada Tuhan juga....banyak lagitulis tante Monica, putri bungsu eyang Kasmolo.
Semakin banyak info tentang almarhum eyang Kasmolo baik yg bisa aku ceritakan untuk anak-anakku,kata Pak Siswadi Mulyono, suami dari seorang cucu eyang Kasmolo. Baik yg aku dengar dari tenaga kantor jaman beliau maupun dari keluarga asisten beliau di kamar bedah. Sosok Kristen sejati ada pada beliau,sambungnya.
Dulu.....kami selalu makan pagi bersama di meja makan yang bisa dipanjangkan itu duduk bapak, ibu dan semua anak (8 orang), masih ditambah beberapa saudara yang ikut bapak waktu sekolah di Jogja. Semua harus hadir makan pagi, yang tidak hadir tentu piringnya masih "dikurepke/tengkurap". Setelah makan selesai, bapak akan membacakan ayat-ayat dari kitab suci bahasa Jawa 1 bab/bagian diakhiri doa, baru masing-masing berangkat sekolah. Yang tidak datang makan pagi akan ditengok oleh bapak ke kamarnya, barangkali sakit, dll. 
Pernah aku sakit panas karena minta sesuatu gak dibelikan dan aku gak bisa ngomong banyak untuk merengek. Lalu ....bapak bilang ndhuk....kowe kenapa? Wingi njaluk apa ta, bapak ora mireng jesambil telapak tangannya pegang jidatku yang nonong....eh....lha kok panasku langsung turun setelah ditanya begitu dan aku berani ngomong yang aku kepengin kemaren.....gak perlu minum obat paracetamol dll. Terus ...ingat juga beberapa bekas pasien bapak yg saat ini menjadi pasienku bilang....bapak itu sepertu nabi, kalau visite, pasti pegang tangan pasiennya, diajak omong-omong dan berdoa kalau dia Kristen....lalu orang tersebut sembuh.....Bobby ....ingin yg seperti itu kah?papar ibu Pudji Sri Rasmiati.
Aku juga seperti itu tante....gak tahu siapa yg ngajari seperti itujawab mas Bobby.
Tiap liat bapak-bapak tua masih bekerja, sering air mataku meleleh.... Ingat Bapak yang masih kerja keras karena masih ada aku yang kuliah... Sampai selesai kuliah Bapaklah yg membiayai...
Pas udah pindah Pelemkecut, ambulan yang menjemput sering gak dateng... Aku kasihan lihat Bapak... Aku anter ke RSB.
Pas siang...aku lihat ke Poli... Pasien sudah gak dimasukkan ruang Bapak, jadi Bapak nunggu sambil ngantuk-ngantuk... Aku gak tega... Aku ajak Bapak pulang... Bawa payungnya... Bapaaakkkkseru tante Monica. Waktu Eyang Putri sudah gak ada, aku selalu berusaha ada mendampingi Bapak, soalnya Bapak kadang-kadang nangis sendiri..
Sebagian jiwanya telah pergi...
Makanya tahun 1986, waktu Mami Sumayar mau pindah Palembang dari Medan...sepert kata Anne, mami minta Eyang Kasmolo dateng...mendampingi pindahan... Aku ndherekke Yang Kung Kasmolo. 
Setelah itu Eyang sering opname karena diabetnya... Aku ikut tidur di RS. Aku buat skripsi pun di RS yg lampunya redup-redup... Bapak selalu tanya: lampune kurang padang yo? Lampu selalu jadi perhatiannya krn tiap semester...abis tugas gambar...mataku selalu nambah minus 1/2.
Pagi jam 6.30 aku sdh ke kampus buat konsultasi. Siang balik RS, nyuapin Bapak. Terus pulang bawa baju kotor & ambil baju bersih... 
Keprihatinan itu malah membuat skripsiku diterima untuk masuk studio 1-2 bulan dan doa Bapak mengantarku untuk dapet A buat skripsi dan gambarku.. Puji Tuhan... 
Meski sakit...diopname... Bapak tetap memperhatikan kuliahku...belajarku...
Itu yg membuat aku selalu menitikkan air mata.... Makanya kalau ada yg menyakiti hatinya..sampai Bapak menangis...ya ampuuun... Teganya orang itu...sama Bapakku yang tulus banget dan selalu mengasihi orang lain... Adik-adiknya yang sampai tua-tua masih dipikirkan Bapak... Terlebih anak-anaknya.... Satu pun gak pernah terlepas dari pikirannya.... Bapak selalu ada buat menampung dan membantu kesusahan anak-anaknyasambungnya.
Wow....its so amazing .....my grandfather.....i am so happy to be like himkata mas Bobby.
Berbahagialah...ada yang nurun... Teladani ketulusannya, kejujurannya...kasihnya...dan ketaatannya pada Kristus. Beliau selalu merindukan anaknya ada yang jadi pendeta. Anak nomor 1 dan 6 ternyata meleset... Tapi berbahagialah... Cucunya ada yg dapet Pendeta... Kalo Simbah masih ada...betapa bangga dan bahagianya beliau... Tapi cucu-cucu yg setia pada Kristus dan setia melayani Tuhan tentu juga membanggakan beliaukata tante Monica menasihati.
Amen,jawab mas Bobby.

***

Nun jauh di taman firdaus, nampak Yesus dan Kasmolo tersenyum menyaksikan pribadi-pribadi yang ada di hati mereka itu begitu menghormati, menyayangi, dan membanggakannya. Rupanya benih iman yang ditabur dengan setia telah berakar, bertumbuh, dan berbuah sedemikian rupa. Yesus mengajak Kasmolo kembali ke bawah pohon kehidupan bersama kaum keluarganya yang masih berhimpun menikmati persekutuan yang sejati dan abadi.

*****

Rumah Cahaya, 29 Oktober 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.