Pengalaman Mengikuti Webinar tema COVID-19: Belajar Bertanya

Ini pengalaman pertamaku mengikuti webinar sendirian dan mengajukan pertanyaan tertulis kepada para pembicara. Berawal dari disposisi yang disampaikan sekretaris Wadir Yanmed, yang isinya menugaskanku untuk mengikuti webinar berjudul "Managing COVID-19 crisis to give fair and equitable sevices for the vulnerable" pada hari Kamis tanggal 16 April 2020 jam 10.00-11.30 WIB.

Informasi lebih lanjut tentang webinar bisa dilihat melalui link di bawah ini:
http://manajemenrumahsakit.net/2020/03/webinar-managing-covid-19-crisis-to-give-fair-and-equitable-services-for-the-vulnerable/

Pengalaman yang menggelikan juga saat menghubungi narahubung untuk bertanya tentang mekanisme mengikuti webinar dan disebut sebagai "bapak" (wkwk).
Kemudian pada hari H di ruang pertemuan IT rumah sakit, sempat tidak bisa masuk atau terhubung karena kurang informasi tentang alamat web yang harus diakses, ada sedikit tambahan. Syukurlah bisa masuk meskipun agak terlambat beberapa menit--setelah menghubungi kembali narahubung yang masih keliru mengira aku sebagai "bapak".

Ada 3 atau 4 panelis dalam webinar ini. Pembicara utama adalah Jeremy Lim dari Singapore. Ada juga ahli epidemiologi dari Indonesia bernama Nyoman Kumara Rai. Kemudian ada Pak Mubasysyr Hasan Basri. Di akhir webinar ada Prof Laksono juga yang menyampaikan pandangannya.

Pemaparan dari Singapore cukup menarik bagiku. Disebutkan tentang budget yang dikeluarkan pemerintah Singapore untuk memerangi COVID-19 yang sangat besar, dialokasikan untuk household, worker, dan business. Disebutkan bahwa masyarakat di Singapore mempercayai pemerintahnya, dan ini merupakan kunci bagi keberhasilan upaya Singapore dalam menghadapi COVID-19.

Kemudian pemaparan Bapak Nyoman Kumara Rai secara singkat menyebutkan tentang equity dan equality, serta kebijakan khusus yang mempertimbangakan aspek sosial masyarakat di Indonesia. Diperlukan lebih banyak diskusi bersama untuk membicarakan kebijakan khusus pemerintah, mengadvokasi tentang equity yang merupakan isu besar, dukungan sektor lain, dan alokasi budget. Kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang dikeluarkan pemerintah dipandang baik. Pemerintah merencanakan upaya-upaya untuk menghentikan epidemi dalam 2 bulan, meskipun (secara teori) pandemi baru akan berakhir setelah 2 tahun secara penuh.

Yang paling menarik adalah hal yang disampaikan oleh Pak Mub, yaitu siapakah yang paling rentan di Indonesia? Kehidupan bertetangga (perkampungan) di sini rata-rata banyak yang kurang terdidik dan berpenghasilan rendah. Pihak yang paling bisa diakses oleh masyarakat adalah RT/RW. Di Jogja, social distancing paling banyak diprakarsai oleh lingkungan perkampungan (neighbourhood). Masalah dari implementasi kebijakan oleh masyarakat bawah dipengaruhi oleh informasi. Banyak kaum profesional (terdidik) di tengah masyarakat yang tidak tahu bagaimana cara menyampaikan informasi kepada orang-orang di sekitarnya.

Dari penjelasan Pak Mub, aku terdorong menyampaikan pertanyaan secara tertulis. Ini dia pertanyaanku:


Pertanyaanku dijawab oleh Jeremy Lim dari Singapore seperti ini:



Dan ternyata Pak Mub pun menanggapi juga pertanyaanku seperti ini:



Inti dari pertanyaanku adalah seberapa banyak atau sedikit informasi yang bisa dibagikan ke masyarakat bawah dalam pandemi COVID-19 ini. Dan jawaban dari Pak Mub adalah informasi yang penting adalah cukup. Yang terpenting adalah membuat masyarakat tahu alasan mengapa mereka harus melakukan sesuatu. Para profesional yang berpendidikan tinggi perlu berbicara kepada masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dengan menjelaskan lebih banyak.

Yang kugarisbawahi adalah ini: selalu ada hal baik dalam setiap krisis. Pandemi COVID-19 ini adalah situasi krisis yang membuat kita semua belajar melalui cara yang keras. Belajar adalah perubahan sikap dan perilaku yang terjadi setelah ada perubahan paradigma. Contohnya, dengan adanya COVID-19 ini, perilaku civitas di rumah sakit jadi lebih hati-hati. Cuci tangan menjadi lebih sering dilakukan. Pemakaian APD lebih diperhatikan prosedurnya. Pemanfaatan rekam medis elektronik juga lebih banyak. Hal yang tadinya begitu sulit untuk diimplementasikan karena keengganan untuk berubah, kini menjadi hal yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran COVID-19. Mau tidak mau, semua mengalami perubahan.

Akhirnya, aku sangat senang bisa mengikuti webinar ini. Pengalaman menyimak dan menyampaikan pertanyaan dan bagaimana menerima tanggapan dari panelis sangatlah menggugah minatku untuk terus belajar dan meningkatkan kapasitas. Semoga apa yang kutulis ini bisa menyumbangkan semangat untuk hidup dan mengisinya dengan pemelajaran yang bermakna.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.