Sikapku: Menjawab Pertanyaan 'Sejauh Mana'

Pada hari Rabu tanggal 23 April 2014, aku mengobrol lagi dengan Pak Ias. Obrolan itu sungguh sarat makna dan perenungan. Kata kuncinya adalah 'sejauh mana'. Sejauh manakah kita harus berdoa ngotot mempertahankan hidup seseorang yang sakit parah dan lanjut usia? Sejauh manakah kita bersikap profesional sekaligus personal dalam melakukan tugas dan tanggung jawab di tempat kerja? Atas kedua pertanyaan tersebut, jawabannya tidak bisa digebyah uyah alias digeneralisasi. Tiap kasus punya keunikannya sendiri-sendiri. Beda kasus beda masalah. Beda masalah beda jawaban. Yang diperlukan di sini adalah sikap mau belajar dan terbuka atas apa pun jawaban TUHAN. Itulah hikmat yang sejati.

Misalnya, sampai sejauh manakah kita berdoa ngotot untuk kesembuhan seseorang yang sakit terminal sekaligus lanjut usia? Apakah ngotot itu timbul dari sikap mengasihi (TUHAN dan sesama) atau hanya untuk unjuk/pamer iman? Ah, siapakah yang berhak menilai dan menghakimi sikap, motivasi, dan iman seseorang? Yang penting di sini adalah sikapku. Bagaimana aku harus bersikap? Sesuai firman-Nya, aku akan:

  • menerima orang lain tanpa mempercakapkan imannya 
  • tidak memadamkan Roh dan pekerjaan Tuhan
  • belajar mengerti kehendak Tuhan dalam setiap situasi sehingga dapat berdoa dengan kesepakatan yang tepat dan benar
  • apapun yang terjadi, tetap berpikiran dan beriman positif terhadap TUHAN, bahwa TUHAN itu baik 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.