AADC2: Sekedar Renungan Ringan

Minggu malam, setelah menemani Asa tidur, saya berniat membaca-baca sebentar di ruang keluarga Rumah Cahaya. Tanpa sengaja, papa Asa memencet remote TV dan tertampillah film Ada Apa dengan Cinta 2 di sebuah stasiun TV nasional. Maka, saya pun menonton AADC2 untuk pertama kalinya. Sayang sekali tidak dari awal. Tapi masih lebih lumayanlah, karena rupanya film belum terlalu jauh diputarnya. Saya sangat bersyukur karena sepertinya melalui film ini ada sesuatu yang penting yang hendak disampaikan oleh Tuhan pada saya secara pribadi. Saya anggap ini sebagai hadiah kejutan dari berakhirnya perayaan hari ‘Sabat’ pribadi saya.

Saya menangkap tema besar yang hendak disampaikan melalui film AADC2 ini adalah ‘berdamai dengan masa lalu untuk menyambut hari esok’. Ada banyak pertanyaan menggelitik bagi saya mengenai film AADC2 yang saya tonton malam ini. Mengapa AADC2? Mengapa Jogja? Dan mengapa Rangga dan Cinta harus bertemu kembali? Itulah sebagian pertanyaan besar yang menggelitik hati sanubari saya sembari saya menonton film yang sangat rawan menimbulkan baper bagi para ‘mantan-move-on-er’. Oleh karena itu, saya merekomendasikan bagi para remaja yang sudah bertumbuh menjadi dewasa muda saat ini untuk tidak menonton film ini sendirian.

Bagi saya, judul AADC2 ini lebih tepat jika disebut sebagai AADR (Ada Apa dengan Rangga). Atau lebih pas lagi disebut sebagai AADR&C (Ada Apa dengan Rangga dan Cinta). Mengapa demikian? Karena jika di film AADC seolah kita diajak berkenalan dengan tokoh Cinta (yang kala itu masih remaja banget), maka di film AADC2 ini kita diajak untuk mengenali Rangga yang misterius (dan juga Cinta yang bertumbuh dewasa).

Saya selalu bertanya, mengapa nama tokoh utama film ini dipilih Rangga dan Cinta. Apakah suatu kebetulan jika ada seorang pujangga besar bernama Raden Ranggawarsita? Dan bukankah Rangga juga suka menulis puisi layaknya pujangga? Dan bukankah Rangga dan Cinta pertama kali bertemu (di film AADC) juga karena minat yang sama akan puisi/sastra? Apakah kaitannya antara puisi dengan cinta? Mengapa Rangga dan Cinta harus bertemu, kemudian berpisah sekian lama, berproses masing-masing, untuk kemudian bertemu kembali?

Pertanyaan-pertanyaan berikutnya berkaitan dengan lokasi film AADC2, yaitu Jogja (dan sekitarnya). Mengapa sutradara dan produser film memilih Jogja? Dan bukan sembarang lokasi yang dipilih, melainkan sudut-sudut tertentu yang khas dan seolah hendak menyuarakan pesan-pesan sarat makna. Apakah itu? Untuk menyebutkan satu per satu secara lengkap, saya perlu menonton lagi film ini beberapa kali. Mungkin nanti atau kapan saya akan menulis hal ini, kalau ingat. ^^

Sewaktu Rangga bertemu kembali dengan Cinta, saya menangkap adanya rasa dan karsa dari cinta yang belum kesampaian. Ada rasa terkhianati atas alasan cinta. Ada sesuatu yang harus dijelaskan, dibereskan, dan diselesaikan saat itu supaya hidup bisa terus berjalan. Agar Cinta bisa move on, ada proses berdamai dengan Rangga yang merupakan kenangan masa lalunya. (Dan Rangga pun diperlihatkan pula berdamai dengan ibunya.) Saya, seperti Cinta (dan Rangga), juga belajar move on tanpa menghancurkan sama sekali ‘prasasti’ atau ‘arsip’ lama.

Kembali sebentar ke film AADC2, saya mencatat beberapa hal yang menurut saya penting dan menarik. Hal-hal tersebut adalah:

  • Kalau pada film AADC seolah-olah Cinta yang banyak kesalahan, kali ini dalam AADC2 giliran Rangga yang seolah banyak ‘salah’.  
  • Ditampilkannya sebuah sudut kedai kopi yang menampilkan proses pembuatan kopi yang menitikberatkan pada nilai penting dari lokasi dan waktu (untuk proses cinta bisa bertumbuh).
  • Rangga suka menulis surat. Apakah ini suatu kebetulan jika saya juga sedang mulai mengembangkan kebiasaan menulis surat baru-baru ini? ^^
  • Cinta sempat bingung memilih warna lipstik. Dari yang tadinya merah menjadi pink (atau lebih samar).
  • Rangga menjelaskan kepada Cinta bedanya liburan dengan travelling. Liburan itu mengutamakan kenyamanan, sedangkan travelling itu memerlukan keberanian dalam mengambil risiko dan kesiapan untuk menerima kejutan-kejutan. Ini bisa menjadi analogi yang baik bagi cara saya memandang hidup.


Beberapa menit sebelum film berakhir, saya sempat berpikir alangkah lebih indah dan lebih menggores jika kisah AADC2 ini berakhir dengan tidak bersatunya Rangga dan Cinta. Mengapa demikian? Karena saya lebih suka akan nilai-nilai kesetiaan dan move on yang benar-benar. Maksudnya, saya lebih suka melihat Cinta benar-benar selesai terhadap Rangga yang merupakan simbol dari masa lalu, seberapa manis ataupun menyakitkannya itu. Dengan demikian, Cinta benar-benar siap melangkah maju menyambut hari depannya bersama tunangannya. Tapi apa daya. Saya boleh berandai-andai, namun sutradara dan produser yang menentukan.

Bagaimanapun juga, Cinta telah memilih dan setiap pilihan tentu ada konsekuensinya. Seandainya Cinta memilih untuk terus maju bersama tunangannya, tentu kita akan melihat akhir kisah yang berbeda. Tapi saya turut legowo dengan pilihan Cinta (sesuai skenario sutradara film) itu. Meskipun, bagi saya akhir cerita menjadi kurang menggigit. Ini menurut saya, lho.

Akhir kata, saya sangat beryukur dan terberkati bisa menonton film AADC2 ini. Bisa dibilang ini adalah kado Valentine (dari Tuhan) yang cukup menggetarkan kalbu dan mendorong saya untuk mikir. Sehingga, tersusunlah tulisan ini. Mohon maaf jika kurang padat isinya. Mungkin lain kali akan saya sambung lagi. Dan terima kasih telah berlelah-lelah membaca. Shalom!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.