Surat untuk Ibu (6): Introvert

Ytk
Ibu di tempat

Shalom! Selamat sore, Ibu! Apa kabar? Hari ini bagiku sangat luar biasa, Bu! Bagaimana tidak? Semalam aku membuat target pencapaian kerjaku selama seminggu ini, meliputi PPK CP terintegrasi, rencana audit rekam medis tertutup, dan audit klinis evaluasi CP lama. Aku pikir cukup padat daftar pekerjaanku itu. Aku belajar untuk fokus pada satu hal demi satu hal. Pikiranku kuatur sedemikian rupa supaya berkonsentrasi pada hal yang sedang kulakukan saat itu, tidak memusingkan hal-hal lain sebelum dan sesudahnya. Entah bagaimana, satu per satu target (bahkan lebih) bisa kulakukan. Dan aku bisa enjoy dan santai. Rasanya puas sekali, Bu! Apakah Ibu juga demikian hari ini?

Terima kasih, Ibu, telah memberiku ruang dan kesempatan untuk bisa fokus pada hal-hal yang sedang kukerjakan hari ini tadi, sehingga satu demi satu bisa kutuntaskan. Terima kasih, Ibu, telah dan selalu berusaha memahami kecenderunganku dalam bekerja. Secara umum, aku cenderung lebih ke arah introvert. Bagiku hal ini bukanlah masalah besar, Bu, karena aku belajar bahwa seseorang yang introvert itu memperoleh energi dari waktu-waktu sendirian. Berbeda dengan orang extrovert, yang memperoleh energi (energize) dari waktu-waktu bersama orang-orang lain.

Jangan salah, Ibu, aku cukup bangga dan bahagia dengan kecenderunganku ini. Introvert tidaklah identik dengan pemalu, Ibu. Itu! Ibu, tidak ada yang perlu disesali tentang pembawaanku yang cenderung introvert dan lebih banyak diam. Karena, aku mendapati bahwa dengan diam lebih banyak, aku bisa mendengarkan lebih banyak juga. Dan, aku sangat menikmati menjadi pendengar yang baik, Ibu! Aku suka sekali mendengarkan orang lain berbicara. Dan, aku juga suka menyelami apa yang orang lain rasakan saat berbicara itu. Inikah yang dinamakan empati, Bu?

Ibu, mungkin di masa-masa lalu aku sering mengeluh dan kurang puas dengan kecenderunganku ini. Tapi sekarang, aku sangat bersyukur, Bu! Sungguh! Aku telah belajar menerima diriku apa adanya. Aku belajar memandang dengan cara Tuhan, yaitu bahwa aku berharga di mata-Nya. Aku belajar betapa Tuhan sangat mengasihiku. Tuhan yang menyatakan kasih-Nya kepadaku mengajariku bahwa Ia pun mengasihi orang-orang lain, termasuk Ibu. Maka, aku pun belajar mengasihi Ibu sebagaimana Tuhan mengasihiku. Maka, inilah yang kulakukan, Ibu. Semoga Ibu dapat merasakan sungguh betapa besar kasih Tuhan dan kasihku pada Ibu.

Terima kasih, Ibu, telah membuatku belajar dan bertumbuh dalam kasih Tuhan. Mari kita rayakan semua ini dengan hal-hal yang menyukakan hati.

O iya, besok rencananya Asa akan dititipkan ke Rumah Pelem Kecut. Mohon perkenanan Ibu dan semoga Ibu bergembira karena Asa. Terima kasih sekali lagi, Bu. Selamat bersukacita! Shalom!

Dari anakmu yang bertumbuh,
Yohana Mimi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.