Kegelisahan dalam Obrolan

kegelisahan...
kembali terasa...
dalam hatiku...

Apa yang kamu inginkan?

Yang kuinginkan adalah mengerjakan apa yang sungguh-sungguh kusukai. Kalau toh itu tidak terwujud, maka setidaknya aku bisa menyukai apa yang kukerjakan sekarang. Mustahilkan, Bapa?

Sudahkah?

Belum. Belum terasa... atau aku yang belum menyadarinya. Mungkin aku masih terpaku pada masa lalu dan masa depan, Bapa... penyesalan-penyesalan masa lalu dan ketakutan-ketakutan terhadap masa depan...

Apa yang kamu cari?

Aku sedang mencari kepenuhan hidup seperti yang Engkau pernah katakan berulang kali... hidup yang bebas dan belenggu kekuatiran... hidup yang bebas dari cengkeraman kesia-siaan... Kekuatiran dan kesia-siaan boleh saja masih merongrong/menerorku, Bapa, tapi setidaknya mereka tidak lagi menduduki singgasana hatiku... Perjuangan terus-menerus melawan intimidasi mereka mungkin tidak akan pernah berakhir.

Apa yang kamu kuatirkan?

Aku kuatir... kalau aku kalah... kalau aku berakhir tragis... kalau aku kehilangan harapan... kehilangan pijakan... kehilanga semangat... sekali lagi...

Apa yang membuatmu gelisah saat ini?

Banyak, Bapa... dari dalam diriku: aku masih menyimpan sifat minder, mental kuli pemalas... kecenderungan untuk cuci tangan dan ambil enaknya sendiri... keengganan uuntuk belajar apa-apa saja yang perlu kupelajari. Dari luar diriku: lingkungan kerja yang kurang nyaman, yang masih membuatku jaim, belum bisa menjadi diriku yang sebenarnya... harapan-harapan orang lain yang nampaknya baik tapi rasanya membelengguku... menghambat kreativitas dan ekspresi jiwaku yang lain dari yang lain, tidak dapat disamaratakan...

Apa yang kamu harapkan?

Pembebasan... pembebasan batin dari belenggu keharusan melakukan apa yang bukan merupakan panggilanku... alternatif lain yang lebih baik... yang membuatku benar-benar hidup, Bapa... Dari manakah pembebasan itu? Dari diriku sendiri? Atau aku harus menunggu? Menunggu apa? Menunggu siapa? Sampai kapan?

Apa sebenarnya panggilanmu?

Masih dirumuskan... Yang jelas, aku suka menuliskan rekam jejak pikiran dan perasaanku. Dan aku suka membaca dan mengamati rekam jejak pikiran dan perasaan orang-orang berjiwa besar lainnya. Aku mulai sadar, sedang tumbuh hasrat untuk belajar. Belajar tentang inti sari, makna, dari hidup. Munkin tidak secara teknis yang praktis dan pragmatis, tetaoi secara idealis-reflektif-kontemplatif. Jika batinku penuh terisi dengan itu, maka semangatku untuk bertindak pun menyala-nyala. Itu sebabnya aku suka baca-baca dan belajar hal-hal yang bersifat rohani, sosial, filosofis, yang mungkin jauh hubungannya dengan pekerjaanku secara praktis. Mungkin aku salah. Tapi dalam belajar, selalu ada tempat untuk kesalahan, bukan? Dan belajar itu adalah proses seumur hidup. Bukankah begitu, Bapa?

Bapa, unntuk apa Engkau menciptakan aku dan memproses aku hingga saat ini? Beritahu aku, Bapa, apa tujuanMu... dan terima kasih untuk jawabanMu... apa pun itu... demi nama Tuhan Yesus, aku mohon... amin!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.