Kesetaraan yang Membebaskan: Iman, Budaya, dan Harmoni dalam Terang Injil
Pendahuluan: Harmoni sebagai Mitos atau Realitas? Dalam banyak masyarakat, termasuk budaya Jawa, harmoni dipandang sebagai nilai tertinggi. Namun, harmoni versi budaya ini sering berarti keheningan — menyingkirkan konflik bukan dengan penyelesaian adil, tapi dengan tunduk pada hirarki yang dianggap “alamiah.” Struktur sosial dan gender yang menempatkan laki-laki di atas perempuan, tua di atas muda, dan bangsawan di atas rakyat, dianggap bagian dari tatanan dunia yang harus dijaga demi persatuan. Seperti dikemukakan oleh Sciortino dan Smith (1996), dalam budaya Jawa: “Keharmonisan yang ideal dalam masyarakat tidak dapat dicapai dalam hubungan yang setara, tetapi lebih melalui penghormatan pada otoritas hirarkis yang terbentuk dari ideologi gender patriarkal.” Pertanyaannya: benarkah struktur semacam ini sesuai dengan nilai Injil? Di sinilah iman Reformasi — khususnya dalam tradisi Calvinis — memberikan terang kritis dan pembebasan. Budaya yang Menindas atas Nama Harmoni Studi “...