Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Percikan Inspirasi: Dua Meskipun

Ada dua percikan inspirasi yang aku dapatkan hari ini sembari mencuci perkakas di dapur. Pertama, meskipun aku belum atau bahkan tidak pernah bisa merumuskan tujuan hidupku dengan tepat dan terperinci, aku akan tetap terus melakukan apa saja di hadapanku dengan hati yang antusias dan gembira. Itu berarti meskipun sampai akhir hayat aku akan terus meraba-raba, aku akan tetap menikmati rutinitas hidup sehari-hari karena itulah yang dikehendaki TUHAN. Aku tetap bersyukur karena meskipun mungkin aku tidak akan tahu persis apakah panggilan hidupku itu, aku tidak terjebak dalam ketidaksadaran massal dalam pekerjaan sehari-hari. Setidaknya, aku masih sempat 'eling lan waspada' akan siapa diriku dan ke mana seharusnya aku berada. Setidaknya, naluri elangku tidak terninabobokan oleh atmosfer lingkungan ayam. Kedua, walau aku mendapat perlakuan kurang menyenangkan dan sering terkecewakan, aku akan tetap memandang bahwa TUHAN itu baik. Aku tidak akan latah dalam merenungkn kebaikan TUHA

Iman bagi Pertanyaan Eksistensial

Ibrani 11: 8 (BIS) Karena beriman, maka Abraham mentaati Allah ketika Allah memanggilnya dan menyuruhnya pergi ke negeri yang Allah janjikan kepadanya. Lalu Abraham berangkat dengan tidak tahu ke mana akan pergi. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin? Bapa orang beriman itu hanya pergi begitu saja tanpa tahu arah tujuannya, tanpa bisa merumuskan dengan jelas 'destiny'nya. Bagi TUHAN, itulah hakikat karunia iman yang sejati. Beriman berarti pasrah bongkokan pada sang pemberi iman itu sendiri. Ke mana Ia mengutus, ke situlah kita pergi. Tidak perlu kita tanya sampai memperoleh jawaban yang detil. Cukuplah kita tahu garis besarnya saja. Pegangannya adalah janji TUHAN atas hidup kita yang tidak pernah gagal. Bagian kita hanya percaya saja dan melangkah terus. Kita akan tahu dan mengerti setelah kita melangkah dalam iman dan ketaatan. Kita akan memahami saat kita sudah sampai ke tujuan. Selama perjalanan, kita munbgkin masih meraba-raba dan mengira-ira. Tidak apa-apa, yang penting

Pilihan Menjadi Dokter

Mengapa begitu banyak orang yang ingin menjadi dokter? Demi apa? Status? Kekayaan? Atau panggilan? Kepuasan? Di Indonesia, dan seluruh dunia pada umumnya, anak-anak kecil bercita-cita ingin menjadi dokter. Dalam benak mereka, dokter adalah pribadi yang luhur mulia. Jas putih yang disandang melambangkan kesucian dan kemurnian hati yang sigap menolong. Ketenangan hati dan ketajaman pikiran seorang dokter menjadi syarat utama kesembuhan. Obat-obatan dan tindakan medis menjadi sarana efektif di tangan dokter yang cakap. Berurusan dengan penyakit dan kondisi kritis merupakan makanan sehari-hari seorang dokter. Karena kemampuannya dalam mendiagnosa dan memberi terapi itulah banyak orang mempercayakan proses kesembuhan di tangan dokter. Tidak heran, profesi dokter masih dihormati dalam masyarakat sampai sekarang. Ketika aku memilih profesi dokter sebagai bagian dari identitasku, aku melakukannya bukan tanpa sadar. Aku memilih dengan kesadaran bahwa profesi dokter dapat menjadi sarana efekti

Sekali Lagi Tentang Kegelisahan Kudus

TUHAN Yesus, (Terima kasih untuk harta karun rohani yang kita temukan dan nikmati bersama melalui buah pikiran manusia dalam bentuk tulisan yang dibukukan) Proses, perjalanan, pencarian kita masih berlangsung. Mengutip Paulus sang rasul, bukan seolah-olah aku sudah memperolehnya. Aku rindu dan ingin betul menemukan harta rohani yang Engkau taruh supaya kutemukan. Setelah ketemu, akan kuamati, kugosok-gosok, kupoles, kuasah, kubentuk hingga menjadi sebongkah berlian rohani yang cantik dan mahal. Apapun itu, akan kucari dan kukejar sampai ketemu. Aku mencari hikmat terdalam, pengetahuan tertinggi, kesadaran diri yang sejati yang sudah kudapatkan dalam-Mu, Yesus. Aku sedang berproses membuka bungkus kado selapis demi selapis. Aku akan buka terus bungkusan itu sampai kudapatkan intisari anugerah-Mu. Akan kutuliskan perjalanan ini, entah panjang entah pendek, entah sampai kapan, entah sampai menemukan atau tidak. (Karena aku tahu apa yang kulakukan ini tidaklah sia-sia). Dan, perjalana

Asa Sakit

Asa sakit. Aku malah tertidur lama. Syukurlah ada ibu yang masih sigap menolong. Tapi, tetap saja ini tidak baik. Secara wang sinawang pun tidak. Bukankah aku adalah ibunya Asa? Seharusnya, akulah yang ambil tanggung jawab terbesar untuk menolong dan menghibur Asa, bukannya melimpahkannya pada ibu dan Lek Sar. Meskipun, aku menginap di Pelem Kecut dan di sini adalah kesempatanku untuk beristirahat dari capeknya mengasuh bayi. Aku kudu mengingat kembali janji dan komitmen yang pernah kubuat perihal tugas dan tanggung jawabku sebagai ibu. Aku pernah berjanji pada TUHAN untuk menjadi ibu bagi Asa dengan segala hak dan kewajiban istimewanya. Itu berarti, aku harus siap kehilangan jam-jam tidurku yang nyaman itu. Aku harus rela mengantuk ria manakala Asa rewel minta digendong saat hari sudah larut malam atau masih dini hari. Selama ini, aku masih terlalu mengandalkan kehadiran dan kesediaan mereka-mereka yang ada di dekatku untuk menolong Asa. Syukur masih ada, kalau sudah tidak ada bagaiam

Utusan Khusus dengan Tugas Khusus

Perasaan atau kesadaran bahwa diri kita adalah 'utusan khusus' dan memiliki 'tugas khusus' itu penting. Hal ini menjadi motivasi intrinsik yang mendorong kita untuk menjalani hidup yang lebih bermakna. Dengan menumbuhkan kesadaran bahwa diri kita adalah benar-benar 'utusan khusus' dari surga atau Kerajaan Allah, kita akan memiliki rasa kebanggaan akan identitas. Kita akan merasa dimiliki. Kita akan dengan mudah mengeyahkan perasaan terasing atau terhilang. 'Tugas khusus' yang kita emban sanggup mendorong kita untuk bekerja di atas rata-rata, tidak biasa-biasa saja. Setiap hari, kita dapat memperbarui atau membentuk ulang 'tugas khusus' kita untuk membuat rutinitas sehari-hari menjadi lebih menantang. Misalnya, tugasku sebagai dokter yang ditempatkan di bagian rekam medis dan piutang ini. Karena setiap hari berkutat dengan hal-hal administratif yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien, aku rawan untuk terserang rasa bosan dan disorientasi t

Metanoia

Ternyata aku masih melakukan metawork hari ini. Apa itu metawork? Dari bacaan spirit motivator dua hari yang lalu, metawork diartikan sebagai seolah-olah melakukan suatu pekerjaan padahal sebenarnya hanya pekerjaan semu. Dengan kata lain, metawork adalah nampaknya saja sedang bekerja tapi sebenarnya tidak menghasilkan apa-apa. Tampaknya aku sedang sibuk berpikir dan menulis-nulis sesuatu, padahal sebenarnya apa yang kupikirkan dan kutuliskan itu tidak relevan dengan kehidupanku. Benarkah demikian? Tidak juga. Dalam berpikir itu, aku sedang berproses mencari dan belajar. Aku sedang mencari tahu kembali apa yang menjadi passion hidupku. Berarti selama ini aku ngapain aja? Terlalu sibuk dengan apa? Aku terlalu sibuk dengan hal-hal yang sekunder dan tersier mungkin. Aku terlalu asyik berlari ke sana ke mari tanpa mau berhenti untuk menekuni apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabku. Aku mungkin belum kena batunya lagi. Tapi apakah harus menunggu sampai kena batunya dulu baru aku sadar d

Memulai dan Menemukan Tujuan

Gambar
Saat yang paling terasa berat adalah saat memulai sesuatu, misalnya saat hendak membaca, menulis, belajar, bekerja, dll. Rasanya seperti ada halangan tak terlihat yang menahan kita untuk sekedar beranjak dari stadium diam. Belum lagi jika stadium diam itu adalah kondisi jiwa terendah alias malas berbuat apa-apa. Diperlukan lompatan iman yang diikuti perbuatan yang nyata untuk merobohkan hambatan tak terlihat itu. Jika hanya lompatan iman, maka tidak akan terjadi apa-apa. Betul apa kata penulis Alkitab (kitab Yakobus) yaitu bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Untuk memulai sesuatu saja dibutuhkan iman dan perbuatan, apalagi untuk meneruskan secara konsisten sampai selesai. Sesungguhnya, apa yang membuat kita malas dan tidak bersemangat? Mungkin itu karena kegagalan dalam menemukan passion yang tepat bagi jiwa. Hidup jadi asal mengalir saja, tanpa tujuan yang pasti. Kehidupan jadi tampak semu, karena hanya merupakan tiruan saja dari kehidupan sejati. Jika dibiarka