Masalah di Pintu Gerbang Kota
Selamat sore, TUHAN. Aku baru
saja membaca habis buku Nick Vujicic ‘Unstoppable’. Ada satu pelajaran penting yang cukup
berkesan, yaitu mengenai mewartakan kebenaran tanpa menyerang keyakinan orang
lain meskipun tahu bahwa yang mereka percayai itu salah. Semua orang perlu
mendengar kabar baik yang disampaikan dengan bahasa kasih yang kuat. Membaca kisah-kisah
perjalanan dan perjumpaan Nick, aku jadi tertantang melakukan hal-hal yang
serupa di mana aku Engkau tempatkan. Jargonnya, kalau Nick bisa, mengapa aku
tidak?
Jadi,
ada di mana kita sekarang? Mari kita ‘berperkara’. Saat ini aku ‘ada’ di RS
Ladang Anggur-Mu yang merupakan salah satu ‘pintu gerbang’ kota di mana banyak
orang datang dari berbagai tempat dengan berbagai kebutuhan di bidang
kesehatan. Apapun agama/keyakinan, suku bangsa, bahasa, jenis kelamin, usia,
pangkat, jabatan, dan pekerjaannya, semua orang disambut dan dilayani sesuai
kebutuhan kesehatannya masing-masing. Di sini, berhimpun pula para pekerja lading
anggur-Mu dengan berbagai talenta dan kemampuan masing-masing, bahu-membahu
mengurus ladang anggur-Mu. Ada berbagai macam sikap dan motivasi yang mewarnai
tiap pelayanan dan pekerjaan. Ada yang sungguh-sungguh menghayati pekerjaan
rutinnya sebagai panggilan-Mu yang kudus. Ada yang baru sekedar mencari uang
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ada pula yang sekedar mengisi watu-waktu
yang ada dengan melakukan apapun sekedarnya saja.
Pertanyaannya,
aku tergolong yang mana? Secara jujur, aku memiliki semangat untuk
sungguh-sungguh menjadi saksi-Mu di sini. Masalah yang sedang kugumulkan saat
ini adalah mengenai posisi atau tempatku berpelayanan, bukan sekedar bekerja
rutin. Aku sedang ‘mencari’ tempatku di dalam-Mu dengan berfokus pada hadir-Mu
di dalamku. Aku berpengharapan bahwa melalui hidup dan apa yang kulakukan,
pribadi-Mu yang mulia dan penuh kasih itu dapat dikenal dan dinyatakan.
Setiap
masalah yang kulihat dan kudengar di sini cukup membuatku terdorong berpikir
keras mencari jalan keluarnya. Aku terdorong mencari solusi dari hulu ke hilir
untuk setiap puncak gunung es permasalahan yang timbul. Misalnya, mengenai
kebijakan PONEK yang bertabrakan dengan kebijakan JKN di lapangan RS. Secara
prinsip, aku tahu bahwa program PONEK itu sangat penting karena prioritasnya
adalah keselamatan ibu dan anak. Namun, kebijakan JKN membuat langkah pelayanan
RS seakan terpasung oleh besaran plafon yang sangat minimalis, sehingga para
pekerja di lapangan memilih untuk bersikap pragmatis praktis yaitu lebih
mengutamakan masalah finansial RS daripada masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa
begitu saja menyalahkan mereka karena mereka pun kurang mendapat petunjuk atau
arahan dari pimpinan RS perihal masalah ini. Pimpinan RS pun sepertinya kurang
bisa memahami kondisi lapangan sehingga kurang bersikap tegas dan kebijakannya
dirasa kurang mantap.
Aku
yang masih belum fasih berbicara ini pun dengan tergagap-gagap mencoba
menyampaikan pandangan dan pikiran semampuku, seberapa pun yang bisa
kusampaikan dan diterima oleh para pekerja itu. Meskipun yang kusampaikan
bukanlah hal yang popular lagi praktis, aku cukup lega karena setidaknya aku
menyampaikan hal yang sesuai dengan hati nuraniku.
Aku mendangar dan menangkap banyak hal namun belum mampu menyampaikan buah
pikiranku dengan runtut dan sistematis di forum-forum rapat. Oleh karena itu,
aku mengambil waktu untuk belajar ‘public speaking’ sederhana secara khusus
mulai minggu ini bersama Bu Betty. Harapanku adalah supaya aku bisa berbicara
dengan lebih mantap, percaya diri, dan runtut sehingga menjadi bagian dari
solusi yang efektif.
Inilah
yang sedang menjadi kerinduan hatiku saat ini, Bapa. Terima kasih untuk
berkat-Mu. Barukh Hashem.
Komentar