Highlight Obrolan: Isu Kesehatan Mental

Suasana kamar Hadasa di lantai dua rumah kami di Plumbon terasa sejuk dan syahdu pagi hari yang diwarnai mendung berangin sepoi-sepoi basah. Diiringi dengan lagu-lagu cinta mendayu-dayu dari radio Geronimo FM, dengan tagline-nya "the real sound of Jogja" itu, dan ditemani dengan secangkir kopi hangat dari dapur serta buku Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer yang sedang kubaca pelan-pelan, aku duduk santai menunggu terbangunnya Hadasa, si anak remaja perempuan Rumah Cahaya. Sudah terlalu siang untuk ritual jalan kaki pagi bersama di hari Minggu. Cukuplah dengan mengobrol ringan ngalor ngidul saja.

Hadasa mulai sering mengajakku ngobrol berdua di kamarnya. Obrolan random khas anak remaja yang sedang berkutat dengan dunia sekolah dan lingkaran pertemanannya itu mengerucut ke cerita-cerita seputar keluarga besar kami. Hal-hal sensitif dan relatif tabu jika dibicarakan secara terbuka kini mulai menjadi pokok pembicaraan mendalam antara ibu dan anak, biasanya menjelang tidur malam. Mulai dari trauma masa kecil, luka psikologis, sampai isu-isu kesehatan mental mulai menjadi topik yang sering kami obrolkan. Tentu saja dengan filter dan penyesuaian bahasa yang bisa dimengerti dan diterima oleh anak usia 13 tahun seperti Hadasa. 

Yohana dan Hadasa yang sedang mempererat bonding antara ibu dan anak.

Isu kesehatan mental menjadi salah satu highlight minggu ini. Dimulai dari membaca artikel-artikel seputar anak gifted di harian Kompas, sampai mengikuti workshop keperawatan jiwa di RS Bethesda di akhir pekan sebagai peserta. Tentang anak gifted, yang salah satu cirinya adalah memiliki skor IQ lebih dari 130, kemungkinan aku juga termasuk dalam kriteria tersebut karena hasil tes psikologi waktu aku SMP kelas 1 dulu menunjukkan hasil demikian. Terus kenapa? Mungkin ini bisa menjawab beberapa hal terkait dengan perkembangan psikologisku di kemudian hari (sedang kukonsultasikan juga ke psikiater). Bukan untuk membanggakan diri tanpa tujuan, melainkan untuk bisa memaknainya dengan lebih tepat dalam rangka merekonstruksi kehidupan ke depan. 

Hasil pemeriksaan psikologis tahun 1996 yang mengindikasikan ciri-ciri anak gifted.

Isu kesehatan mental berikutnya yang menarik adalah tentang risiko bunuh diri, yang menjadi materi workshop kemarin Sabtu, 1 November 2025 di auditorium RS Bethesda itu. Pemaparan dari dr. Mahar Agusno, SpKJ sangat menarik karena memberikan contoh-contoh nyata dan sangat related dengan keseharian kami para nakes. Para tenaga kesehatan sangat berisiko terkena isu kesehatan mental karena tanggung jawab dan beban kerja yang sangat besar. Karena itu, diperlukan mekanisme coping yang baik agar bisa terus menjaga kondisi mental para tenaga kesehatan, khususnya para dokter dan perawat yang bersentuhan langsung dengan pasien dan keluarganya setiap hari. Sudah bukan zamannya lagi untuk terjebak dalam stigma, khususnya berkaitan dengan kesehatan mental. 

dr. Mahar Agusno, SpKJ sedang memaparkan materi workshop tentang risiko bunuh diri kepada para perawat dan dokter umum yang hadir di auditorium RS Bethesda hari Sabtu, 1 November 2025.

Aku bersyukur dengan Rumah Cahaya dan ruang aman yang ada di tempat kerja, yang telah-sedang-akan terus menjadi sistem pendukung untuk menjaga kesehatan mental, khususnya membangun mekanisme coping. Jika bukan karena anugerah Tuhan, jika bukan Tuhan sendiri (melalui apa pun dan siapa pun) yang membangunnya, pastilah sia-sia dan mustahil semua hal baik ini terbingkai dalam makna yang mendalam. Perjalanan masih panjang dan entah sampai kapan, tapi dengan berjalan bersama keluarga dan sahabat, aku tidak lagi merasa sendirian. Dan aku sangat bersyukur untuk itu semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.