Bencana Alam dan Tanggung Jawab Manusia, Bagaimana Memaknainya
Bencana alam sedang melanda sebagian wilayah negeri ini saat ini. Salah urus wilayah menjadi salah satu faktor penentunya, di samping cuaca ekstrim yang baru kali ini terjadi dalam puluhan tahun terakhir. Keluhan dan seruan yang menuntut orang-orang inkompeten pemegang kekuasaan untuk bertanggung jawab dan segera ambil tindakan telah bertalu-talu memenuhi ruang media sosial beberapa hari dalam minggu ini. Sebagai seorang warga dan anggota masyarakat serta sebagai sesama manusia yang hidup di negeri berdasar Pancasila ini, dan juga sebagai seorang Kristen yang memegang teguh nilai-nilai kebenaran firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab, timbul pertanyaan yang harus dijawab dengan tegas yaitu:
"Bagaimana memaknai semua peristiwa ini dari kaca mata iman Kristen yang mengakui adanya kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia?"
Bagus Muljadi dalam sebuah siniar menyampaikan bahwa dalam narasi pemikiran ala Barat, pemetaan zaman ini terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu premodern, modern, dan postmodern. Dalam era premodern, pandangan agama sangat membentuk pemikiran manusia pada saat itu. Manusia ditekankan bahwa ia berdosa dan terkekang, tidak bisa bebas berkembang. Kemudian pada masa modern, timbullah kebangkitan semangat manusia yang menolak kekangan pandangan agama. Manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri. Pada zaman post modern, berkembang pemikiran bahwa tidak ada kebenaran objektif, semua kebenaran adalah relatif. Benang merah dari semua era tersebut adalah pola pikir yang antroposentris, yang menempatkan manusia sebagai puncak hirarki alam semesta, sehingga merasa punya hak untuk mengeksploitasi alam dan segala isinya untuk kepentingan manusia (baca: bangsa Barat). Demikian kurang lebih intisari yang saya tangkap dari segmen topik siniar tersebut. Apakah peta zaman yang dilukiskan itu akurat?
Sebagai tim penyusun sejarah RS Bethesda, ada narasi yang saya susun berdasarkan hasil telaah data dan informasi yang terkumpul sampai saat ini. Sebagai sebuah rumah sakit Kristen yang eksis dari masa ke masa, yaitu sejak zaman kolonial Belanda, pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, dan seterusnya sampai saat tulisan ini dibuat, ada beberapa catatan penting yang bisa diambil sebagai bahan refleksi yaitu:
- Berdirinya RS Bethesda (saat itu bernama Petronella, dan dikenal sebagai Rumah Sakit Toeloeng) tidak berawal dari ruang hampa. Ada kondisi yang melatarbelakangi, yaitu peralihan zaman dari era premodern memasuki era modern. Zaman revolusi industri 1.0 yaitu ketika pabrik gula masih berjaya di daerah seperti Jawa Tengah, yang disertai pula dengan berkembangnya infrastruktur kereta api. Revolusi industri yang muncul di Eropa kemudian menyebar ke wilayah-wilayah koloninya telah menciptakan jurang perbedaan kelas yang dalam yaitu kelas pemilik modal dan kelas pekerja/buruh. Para pemilik modal dan para pemegang kekuasaan berkelindan mengeksploitasi segala hal yang ada baik itu alam sekitar maupun para penghuninya.
- Alam dan penghuninya yang menderita karena eksploitasi yang sewenang-wenang itu berulang kali meneriakkan jeritan kesakitannya misalnya melalui wabah penyakit menular, kelaparan, bencana alam, maupun perlawanan yang mengakibatkan korban berjatuhan. Dalam situasi yang karut marut seperti itu, peran para dokter dan juru rawat dari Rumah Sakit Bethesda/Petronella/Toeloeng sangat besar dirasakan oleh rakyat kecil yang sering terabaikan.
- Ketika zaman beralih dari modern ke post modern (setelah melalui bangkitnya nasionalisme, revolusi kemerdekaan yang tidak serta merta diperoleh begitu saja, ketidakstabilan politik-ekonomi-sosial-budaya-pertahanan-keamanan, represi yang brutal dari penyelenggara negara, peralihan reformasi, paska reformasi, demokrasi yang belum matang, dst), bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia tetap ada silih berganti. Peran RS Bethesda pun masih tercatat dalam penelusuran sejarah, termasuk jejak digital (memasuki revolusi industri 4.0).
- DNA dari RS Bethesda sebagai rumah sakit yang sigap menolong tanpa takut akan urusan administratif yang telah terpatri dalam motto "Tolong dulu, urusan belakang" terus mendapat tantangan dan ancaman khususnya dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Dalam dunia yang semakin VUCA dan penuh bombardir relativisme nilai dan prinsip, segenap civitas hospitalia RS Bethesda ditantang untuk menilik kembali konsistensi imannya. Apakah akan berpegang teguh pada keyakinan mula-mula yaitu misi atau alasan mengapa rumah sakit ini ada, ataukah mengkompromikan prinsip dengan alasan survival semata.
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."
Di samping kedaulatan Allah, juga ada tanggung jawab manusia yang tidak bisa dikesampingkan. Tanggung jawab manusia adalah terus-menerus mengusahakan semaksimal mungkin upaya pelestarian lingkungan dan alam semesta beserta segala isinya sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan masing-masing, yang tentu saja dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etika, dan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Dua hal ini, yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, seperti rel kereta api yang sejajar dan selalu ada, tidak bisa salah satu saja yang ada, apalagi tidak ada semuanya.
Dalam konteks bencana yang terjadi dan situasi yang ada saat ini, bagian kita sebagai manusia adalah ikut peduli secara sungguh-sungguh dan nyata. Kepedulian yang lahir dari kasih yang kuat terhadap Allah dan sesama manusia pasti akan terwujud juga dalam sikap dan perbuatan yang nyata kepada makhluk hidup lain dan lingkungannya. Contoh sederhana yang bisa dilihat adalah RS Bethesda yang ada dari masa ke masa itu, yang terus bertumbuh dan memuliakan Allah (sesuai rumusan visi rumah sakit yang diabadikan dalam lagu marsnya). Contoh sederhana lain tapi cukup berani adalah dengan memakai media sosial sebagai corong kebenaran dan seruan moral untuk mengajak lebih banyak lagi orang agar punya kepedulian yang sama untuk menggerakkan para pengurus negara mengambil kebijakan dan tindakan konkret segera. Misalnya, seruan untuk menyatakan bencana alam yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat itu sebagai bencana nasional. Demikian juga seruan untuk menghentikan penggundulan atau perusakan hutan yang masif terjadi. Jangan takut terhadap risiko kriminalisasi apabila kita tahu dasar sikap dan perbuatan kita adalah benar dan sesuai konstitusi.
Pada akhirnya, tidak seperti peta zaman yang dikatakan oleh Bagus Muljadi dalam siniar tersebut di paragraf awal yaitu bahwa benang merah semua zaman adalah antroposentris. Tidak. Sebaliknya, dalam segala sesuatu, Allah-lah yang menjadi sangkan paraning dumadi, yaitu segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dialah segala kemuliaan. Atau dalam bahasa teologia, Soli Deo Gloria.

Komentar