Imanku dalam Pergumulan

Pak Yusup minta aku mempersiapkan presentasi untuk les terakhir ini, hari ini. Tema yang harus kusiapkan adalah "short term & long term plans", sedangkan buat Yoyo "next project". Berhubung aku masih hidup dan kerja secara serabutan, maka kupandang tugas kali ini cukup banyak membantuku untuk memikirkan secara lebih serius dan sistematis tentang rencana hidupku. Sampai sekarang aku merasa masih belum menemukan minat sejatiku. Yang baru kelihatan sekarang adalah terbukanya satu kesempatan untuk melakukan hal baru yaitu mengajar anak-anak main piano. Di samping itu, menulis apa saja yang terlintas dalam kepalaku di mana pun dan kapan pun aku sanggup. Yang masih belum kelihatan adalah apa yang harus kuambil untuk melanjutkan jenjang karier di masa yang akan datang. Sudah berkali-kali aku katakan bahwa aku nggak suka jadi klinisi. Lalu mengapa aku jadi dokter di sini? Kenapa aku nggak berani melangkah menuju apa yang benar-benar kusukai? Hmmm...

Susah juga menjawab pertanyaan itu. Seandainya aku dalam kondisi manik, mungkin aku akan bisa menjawabnya dengan lebih pe de. Apa harus manik dulu baru bisa menjawab? Yang dibutuhkan di sini, menurut Pdt. Eka Darmaputra, adalah iman. Iman adalah menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban. Jadi, aku coba untuk menjawab pertanyaan itu terlebih dahulu. Mengapa aku jadi dokter di sini? Pertama, karena pada awalnya aku sendirilah yang memilih untuk ambil jurusan kedokteran dulu. Tanpa paksaan. Mungkin orang tua memang sangat berharap besar supaya aku jadi dokter, tapi mereka tidak pernah memaksaku sedemikian rupa. Mungkin akunya sendiri yang kurang wawasan sehingga hanya tahu satu macam dunia kerja yaitu dunia kedokteran. Menyesal? Tidak, sedapat mungkin tidak. Aku tidak boleh dan tidak akan menyesali pilihan yang sudah kubuat. Sebab tidak ada gunanya. Mungkin sedikit penyesalan yang ada adalah mengapa aku nggak berani mengambil jurusan musik gerejawi, padahal aku merasa sangat tertarik. Yah, sudahlah. Sudah kadung. Setidaknya aku masih bisa main musik ala kadarnya untuk mengiringi ibadah di gereja meskipun masih nggandul2 ibu. Kedua, aku harus bertanggung jawab dengan pilihan yang sudah kubuat itu. Menurut kata Pramodia Ananta Toer, bertanggung jawab itu adalah berani menanggung dan berani menjawab. Aku sudah berani menanggung akibat dari pilihan2ku. Sekarang waktunya untuk memikirkan jawaban2 dan mengumpulkan keberanian untuk menyampaikannya pada saat yang tepat. Ketiga, mungkin Tuhan punya maksud yang aku belum tahu sekarang, tapi pasti rencana Tuhan itu indah pada waktuNya.

Dari ketiga jawaban tersebut, apa yang bisa kutarik sebagai kesimpulan sementara? Untuk sementara, aku menyimpulkan bahwa:
hidup yang kujalani ini ditentukan oleh pilihan-pilihanku di masa yang lalu dan masa sekarang, karena itu aku harus benar-benar bijaksana dalam memilih.
penyesalan itu ada, tapi aku tidak boleh hidup berlarut-larut dalam penyesalan.
menjadi dokter saat ini di tempat ini mungkin terasa tidak nyaman dan tampaknya bukanlah panggila hiduku yang sebenarnya, tapi aku tetap optimis dan percaya bahwa Tuhan terus campur tangan dan pasti akan menunjukkan jalanNya serta membuka jalan pikiranku sehingga aku dapat melihat seperti Tuhan melihat segala sesuatu.

Itulah rumusan jawaban dan pertanyaan yang mecerminkan iman dalam pergumulanku saat ini. Semoga memberkati dan mencerahkan. Maranatha!!!

Komentar

Unknown mengatakan…
aku pengen kesana juga heheh...

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.