Sangkakala Berkumandang di Solo
Hari
Minggu yang cerah. Rombongan paduan suara Sangkakala telah tiba di gedung
Gereja Kristen Jawa Manahan Surakarta (Solo). Waktu masih menunjukkan pukul
enam pagi. Rasa kantuk masih menggelayuti sebagian anggota Sangkakala.
Maklumlah. Mereka harus bangun pagi-pagi sekali sebelum jam empat pagi untuk
kemudian melakukan perjalanan sekitar 60 km. Dari Yogyakarta alias Jogja ke
Surakarta alias Solo. Dari GKJ Gondokusuman ke GKJ Manahan. Rasa lapar diobati
dengan sebekal arem-arem. Cukup mengenyangkan, memberi energi cukup untuk
bernyanyi. Ada apa gerangan sehingga Sangakakala yang terbilang sudah adiyuswa
ini harus bersusah-payah sedemikian rupa?
Rupanya,
ini adalah perwujudan dari hasil musyawarah Sangkakala beberapa waktu yang lalu
di mana akhirnya sebagian anggota memutuskan untuk pergi melawat ke GKJ Manahan
dan pepathannya (Blulukan), mengikuti tugas sinodal tukar mimbar Pdt. Siswadi.
Dalam lawatan ini, sedianya Sangkakala akan membawakan dua lagu yang sudah
dipersiapkan, yaitu Psalm of Praise dan Without
Love. Dua lagu baru yang cukup indah dan merdu untuk dinyanyikan. Aku yang
bertugas sebagai pengiring atau pianis Sangkakala telah siap di kota Solo sejak
hari Sabtu sebelumnya. Bersama dengan bapak, ibu, Mas Cah, Asa, dan mbak Ami
(pengasuh Asa), kami berangkat hari Sabtu sore. Dengan disertai insiden mabuk
kendaraannya Mbak Ami, kami sampai di Solo dengan selamat dan disambut oleh
bapak dan ibu mertua dengan sangat hangat. Puji Tuhan! Bapak dan ibu menginap
di hotel Sunan, sedangkan sisanya menginap di rumah bapak ibu mertua di
bilangan Gremet.
Persiapan
yang cukup matang membuat penampilan Sangkakala cukup mengesankan. Meskipun belum
terlalu sempurna, aku cukup bersyukur karena telah memberikan persembahan yang
cukup layak untuk memuliakan TUHAN dan memberkati jemaat di GKJ Manahan. Yang
sangat berkesan adalah ketika Pak Siswadi meminta Sangkakala untuk menyanyikan
lagu ketiga sementara setahuku lagu yang disiapkan hanyalah dua seperti
tersebut di atas. Seperti kebiasaan, Sangkakala selalu menyanyikan marsnya
manakala melawat ke gereja-gereja lain. Mars yang dinyanyikan dengan gegap
gempita itu berjudul Bunyi Sangkakala.
Berikut ini adalah bagian refrainnya yang terkenal.
Kala bunyi sangkakala, kala bunyi sangkakala
Kala bunyi sangkakala, kala bunyi sangkakala ku ada
Jika dinyanyikan dengan segenap hati dan jiwa,
maka konon yang mendengar seluruh lagu mars Sangkakala ini akan merasa tergetar
pula jiwanya. Meminjam istilah pak Tito (pendiri Sangkakala), orang yang
mendengar bakalan merinding.
Suasana
cukup cair karena Pak Siswadi cukup kontekstual dalam membawakan kotbahnya,
baik di Manahan maupun di Blulukan. Sedikit menyentil di sana-sini juga namun
tetap dalam koridor kesantunan khas Jawa. Sempat diwarnai insiden bus rombongan
yang keblasuk karena sang sopir yang kurang sip, semua acara berjalan dengan
cukup baik. Tidak ada yang sia-sia dalam perjalanan lawatan kali ini. Meskipun terkantuk-kantuk,
Sangkakala tetap semangat memberikan pujian terbaik di Manahan dan Blulukan. Sesuai
dengan tema kotbah yang disampaikan,
yaitu “Melawan Cobaan, Mengupayakan Keadilan dan Perdamaian”, Sangkakala
bisa dikatakan telah “menang” melawan cobaan untuk mundur dari panggilan
melayani yang jika dihitung-hitung secara manusia, banyak ruginya itu.
(Ladang anggur TUHAN,
18 Februari 2013)
Komentar