Pak Harto, Sang Pemerhati yang Penuh Aksi
Penampilannya sederhana, tidak
terlalu menyolok. Pekerjaan rutinnya pun tidak terbilang spektakuler, ‘hanya’
berkutat di depan komputer menekuni data-data rekam medis. Jika aku menjadi
beliau, aku pasti sudah mati kebosanan. Dialah Pak Daniel Suharta. Kami akrab
memanggilnya Pak Harto, seperti nama presiden kedua Indonesia itu. Setiap hari
aku berjumpa dengan Pak Harto. Bukan suatu kebetulan jika aku ditempatkan di
ruangan besar kantor rekam medis bersebelahan dengan Pak Harto. Setiap pagi,
kami selalu bersalam komando ria dan menyapa dengan yel “jiwa korsa”,
seolah-olah kami adalah anggota Kopasus sungguhan. Maklum, aku dan Pak Harto
masih berkerabat dekat dengan abdi negara alias tentara di keluarga
masing-masing. Adanya persinggungan dengan para jiwa korsa di keluarga itu
membuat aku dan Pak Harto memiliki pula jiwa militan yang kuat dan tangguh. Hal
itu tampak dari langgam bahasa percakapan kami sehari-hari. Tidak ada rasa
mengasihani diri sendiri, pesimistik, negativistik, dan berbagai macam
kelemahan dalam karakter setiap kali kami bercakap-cakap. Yang ada adalah
saling menguatkan, menyemangati, dan meneguhkan sikap dan pendirian.
Di
rumah sakit ladang TUHAN ini, Pak Harto terkenal dengan kegiatannya bersepeda.
Beliau dipercaya untuk menggiatkan kegiatan bersepeda para karyawan rumah
sakit. Dengan senang hati dan penuh semangat, Pak Harto menggiati bersepeda
itu. Ternyata, dalam keseharian pun, Pak Harto adalah seorang pesepeda yang
aktif. Aktif dalam arti giat berpikir dan beraksi nyata di masyarakat, bukan
hanya terkungkung di lingkungan rumah sakit saja. Hati Pak Harto tertambat pada
sikap dan budaya masyarakat yang tampak pada lalu lintas jalan raya kota
Yogyakarta tercinta. Pak Harto rajin menulis tentang toleransi masyarakat dalam
berkendara dan menggunakan fasilitas publik seputar lallu lintas. Seringkali
tulisan beliau menjadi headline
“kompasiana”, sebuah situs jurnalisme publik yang sangat terkenal dan populer itu.
Saking produktifnya menulis, Pak Harto pun membukukan artikel-artikelnya
menjadi satu jilid yang disimpannya sebagai pengingat dan penyemangat hidup.
Aku sempat dikasih pinjam jilidan itu dan membaca beberapa artikel ciamik
beliau. Sangat tajam namun masih dalam koridor sopan santun ala wong Yogyakarta
tulisan-tulisan beliau.
Dalam
pandangan Pak Harto, toleransi hidup masyarakat yang sesungguhnya nampak dari
sikap mereka di jalan raya. Apa pun agama, kepercayaan, suku, dan rasnya akan
tampak karakter aslinya manakala diperhadapkan dengan situasi-situasi di jalan
raya. Sebagai contoh ketika menanti antrian lampu lalu lintas di perempatan
jalan, Pak Harto sering prihatin karena sebagian besar pengguna jalan lebih
memilih membunyikan klakson kendaraan mereka ketimbang rela antri bersabar
menunggu giliran menjalankan lagi kendaraan. Hal ini menunjukkan bahwa
kesabaran dan kerelaan bekorban demi kepentingan bersama masyarakat kita masih
jauh dari ideal. Bandingkan dengan masyarakat Jepang yang masih tertib antri
ketika menerima bantuan saat gempa dan tsunami melanda wilayah mereka beberapa
waktu yang lalu. Contoh lain lagi yang membuat geram hati Pak Harto adalah
bagaimana hak para pejalan kaki diserobot atau dilanggar oleh para pengguna
jalan yang lain, terutama para pengendara sepeda motor. Trotoar-trotoar yang
seharusnya aman dan nyaman dipakai untuk berjalan kaki menjadi tempat yang sering
digunakan para pengendara motor yang tidak sabar menunggu antrian kendaraan
yang sudah terlalu padat di jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan
yang menjadi hak si lemah masih belum bisa diberikan oleh si kuat dalam
masyarakat kita sehari-hari.
Keprihatinan
Pak Harto pada masalah-masalah lalu lintas dan sopan santun di jalan raya
menunjukkan betapa peka hati beliau terhadap masalah-masalah yang dihadapi
sesama di sekitarnya. Di tempat kerja pun Pak Harto tidak tinggal diam manakala
melihat atau mendengar sendiri akan adanya ketidakbenaran dan ketidakadilan.
Bisa dikatakan bahwa Pak Harto adalah manusia yang bertindak dan beraksi (man of action), bukan hanya berpikir dan
berwacana. Meskipun bukan pemegang jabatan tinggi, kepedulian dan pengaruh beliau
sangat besar terasa. Ini semua tidak lain dan tidak bukan adalah karena satunya
kata dan perbuatan Pak Harto. Aku bisa katakan bahwa Pak Harto termasuk salah
satu manusia langka yang ada di negeri Indonesia, bahkan di muka bumi ini.
Langka karena tidak banyak orang mau bersusah payah atau repot-repot menegakkan
kebenaran dan keadilan padahal mereka mampu untuk itu. Langka karena banyak
orang yang suka berdiskusi dan berwacana tetapi tidak mau mewujudkan hasil
diskusi tersebut dalam tindakan yang nyata dan sederhana. Langka karena dalam
kesederhanaan itulah terilhat wibawa luar biasa.
Banyak
hal yang bisa kupelajari dan kuteladani dari Pak Harto. Aku belajar bahwa
menjadi dokter tidak harus berubah sikap menjadi arogan atau menjaga-jaga
wibawa di hadapan orang lain. Kewibawaan atau citra diri seseorang itu akan
terpancar dengan sendirinya ketika kita dapat bertindak sesuai dengan perkataan
kita. Selain itu, status sosial ataupun harta kepemilikan kita tidak seberapa
penting jika dibandingkan dengan karakter kita yang jauh lebih dari emas
nilainya. Yang terakhir, sikap kita terhadap diri sendiri maupun orang lain
tampak dalam keseharian kita melalui hal-hal sederhana yang kita lakukan setiap
waktu. Oleh karena itu, bijaksanalah dalam berpikir, berbicara, bersikap, dan
bertindak. Semua hal ini hanya dapat terjadi jika kita bekerja sama dengan
pribadi Utama alam semesta, yaitu TUHAN. Maju terus, Pak Harto! Salam komando!
(Rumah Kemuliaan TUHAN
di Pelem Kecut, Minggu 14 April 2013)
Komentar