Bab 1 – Air Mata yang Didengar

Doa itu bukan pertama kalinya aku menangis. Tapi mungkin itulah pertama kalinya aku sadar bahwa Tuhan benar-benar mendengarkan.

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan itu. Tapi setiap kali air mata jatuh sambil menyebut nama-Nya, ada damai yang pelan-pelan mengalir di sela gelisahku. Aku tidak merasa langsung dikuatkan. Tapi aku tahu aku tidak sendirian.

Masa SMP membuka ruang baru yang Tuhan pakai untuk menumbuhkan karunia dalam diriku. Salah satunya melalui guru agama Kristen kami yang luar biasa. Ia bukan hanya mengajarkan ayat-ayat Alkitab, tapi juga menghidupi firman itu lewat kisah dan kehangatan hidupnya. Ia suka bercerita. Tentang Alkitab, tentang hidup, tentang bagaimana Tuhan bekerja dalam hal-hal kecil. Aku betul-betul menikmati setiap jam pelajaran agama di ruang khusus itu—ruang agama—yang terasa seperti oasis. Ruang yang tenang, lembut, dan hangat, seolah Tuhan sedang berbicara dalam nada-nada rendah yang menyejukkan jiwa.

Di sanalah, tanpa sadar, aku belajar mendengarkan. Mendengarkan cerita. Mendengarkan kisah hidup. Mendengarkan hati orang lain lewat sapaan dan ekspresi mereka. Mungkin inilah awal mula karunia itu mulai disemai—karunia untuk mendengarkan, bukan sekadar dengan telinga, tapi dengan hati yang hadir.

Tak hanya itu. Kehidupan persekutuan siswa Kristen di SMP juga menjadi rumah kecil yang penuh kasih. Kami saling mendoakan, saling berbagi pergumulan, bahkan saling menangis. Aku bukan anak yang banyak bicara saat itu. Tapi aku sering menjadi tempat teman-temanku bercerita. Bukan karena aku pandai menasihati, tapi karena aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Mungkin waktu itu aku belum tahu bahwa mendengarkan bisa menjadi pelayanan. Tapi Tuhan sudah mulai menenun benang merah-Nya dari sana—di antara air mata, ruang kelas yang penuh cerita, dan pertemanan yang menguatkan jiwa.

Di situlah aku mulai percaya bahwa doa tidak selalu harus dalam bentuk kata-kata yang benar. Kadang justru dalam tangis yang hening, Tuhan hadir dan berkata: “Aku dengar. Aku di sini.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.

Highlight Obrolan: Isu Kesehatan Mental