Bab 7 – Saat Hening Menjadi Rumah: Belajar Mendengarkan sebagai Pelayanan

Dalam dunia yang bising, mendengarkan adalah tindakan radikal.

Aku menemukan itu secara nyata—bukan di ruang seminar, bukan dalam pembelajaran teori komunikasi—melainkan di tengah interaksi sederhana yang Tuhan izinkan kualami setiap hari: mendampingi pasien, menjadi rekan kerja, sahabat, anak, istri, bahkan sesama penumpang di perjalanan hidup ini.

Setelah diagnosis bipolar itu, aku melewati masa-masa kontemplatif yang panjang. Saat aku tidak bisa banyak bicara, aku belajar mendengarkan. Bukan sekadar "menyimak", tetapi hadir secara utuh: tubuh, pikiran, dan jiwa. Di situlah aku mulai menyadari bahwa karunia ini sudah lama ditanamkan Tuhan dalam diriku—hanya saja dulu aku belum menyadarinya sebagai panggilan.

Aku teringat ruang agama SMP, tempat Bu Indarti bercerita dengan penuh kehangatan. Suara beliau bukan hanya menjelaskan, tapi menghidupkan kisah. Dan aku, duduk di antara teman-teman, merasakan kenyamanan mendalam hanya dengan berada di ruangan itu. Di sanalah karunia "mendengarkan" itu bertunas, seolah Roh Kudus berbisik, “Perhatikan. Ini akan menjadi bagian penting dalam hidupmu.”

Kemudian, dalam ruang-ruang pelayanan persekutuan semasa SMA dan kuliah, aku kerap menjadi orang yang didatangi. Bukan karena aku selalu punya jawaban, melainkan karena aku mendengarkan. Dengan tulus, dengan tenang, dan kadang hanya dengan diam. Tapi dari diam itu, banyak orang berkata mereka merasa dilihat dan dihargai.

Dalam dunia medis yang cenderung tergesa dan berjarak, karunia ini menjadi anomali yang menyembuhkan. Di ruang fisioterapi, di koridor rumah sakit, di tengah rapat, atau saat makan siang, aku sering mendapati bahwa satu sesi “didengarkan sepenuh hati” dapat melegakan beban seseorang lebih dari sekadar intervensi teknis.

Dan aku sadar: Tuhan menanamkan benih profetis di dalam diriku, bukan sebagai nabi bernada keras, melainkan sebagai suara lembut yang hadir dan setia mendengar. Profetis bukan hanya tentang berkata-kata bagi Tuhan, tapi juga mewakili kehadiran Tuhan yang penuh kasih dan pengertian di tengah kesunyian batin seseorang.

Inilah pelayanan healing & redemption yang Tuhan percayakan padaku: melalui telinga, melalui kehadiran, melalui hati yang setia hadir di tengah luka orang lain. Aku bukan penyembuh—Tuhanlah yang menyembuhkan. Tapi aku boleh menjadi tempat singgah, tempat aman, tempat di mana hening menjadi rumah bagi jiwa yang letih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.

Highlight Obrolan: Isu Kesehatan Mental