Bab 2 – Ruang Agama dan Karunia Mendengarkan yang Tumbuh

Jika masa SD adalah titik mula lukaku, maka masa SMP menjadi awal dari kesadaranku akan suara yang lain—suara yang lembut namun penuh kuasa, yang kerap hadir dalam doa dan keheningan. Di sinilah, untuk pertama kalinya, aku mulai belajar berdoa sambil menangis, bukan karena diajari, tetapi karena hati ini terlalu penuh dan tak sanggup menampung semua rasa sendiri.

Salah satu tempat yang menjadi tempat pengungsian rohaniku adalah ruang agama Kristen di SMP Negeri 5. Ruangan sederhana itu menyimpan begitu banyak memori, pelukan batin, dan langkah awal mengenali siapa sebenarnya Tuhan. Bu Indarti, guru agamaku, bukan hanya seorang pengajar yang sabar, tapi juga seorang pencerita ulung. Setiap kisah Alkitab yang ia tuturkan seolah hidup dan berbicara langsung kepada batinku. Ia tidak pernah tergesa-gesa dalam mengajar. Justru dalam ketenangannya, kami belajar bahwa mendengar bisa menjadi bentuk kasih yang paling dalam.

Di ruang agama itu, aku menemukan tempat yang aman untuk bertumbuh. Aku belum tahu bahwa yang sedang Tuhan tanam di dalamku saat itu adalah karunia mendengarkan. Aku hanya tahu bahwa aku sangat suka ketika ada teman bercerita, atau ketika aku bisa diam dan mendengarkan kisah orang lain dengan penuh perhatian. Rasanya ada sesuatu yang mengalir bebas—seperti aku menjadi tempat yang dibutuhkan, bukan karena bisa memberi solusi, tapi karena bisa memahami tanpa menghakimi.

Persekutuan siswa Kristen saat itu juga sangat erat dan mendalam. Kami sering berkumpul, berbagi cerita, dan mendoakan satu sama lain. Aku merasa diterima dan tidak sendiri. Dari sinilah akar kerinduan untuk menjadi pendengar yang peka dan hadir mulai bertumbuh. Mungkin itu sebabnya, saat kemudian aku mengenali istilah healing presence, aku merasa itu bukan hal baru, melainkan sesuatu yang sudah hidup di dalamku sejak dulu.

Dalam keheningan, dalam isak doa anak remaja yang belum mengerti banyak, Tuhan mulai menyalakan lilin panggilan-Nya di hatiku. Aku tidak mendengar suara audibel atau mengalami peristiwa spektakuler, tapi aku mulai belajar bahwa Tuhan hadir dan nyata—di ruang agama yang sunyi, di cerita guru yang menyentuh, dan di pelukan tidak terlihat yang menguatkan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.

Highlight Obrolan: Isu Kesehatan Mental