Kopi Pecah, Sang Saksi Bisu
Tempat itu luas dengan
pencahayaan ruang yang cukup terang. Dikelilingi empat dinding dengan terdapat
tiga pintu dan sederetan jendela. Di tengah-tengah terdapat meja persegi
panjang yang disusun melingkar membentuk susunan seperti untuk konferensi. Kursi-kursi
empuk dan nyaman tersusun mengelilingi susunan meja tersebut. Di ruangan inilah
aku sering menghabiskan sebagian waktu luangku. Mulai dari sekedar ‘ngadhem’,
berbincang-bincang alias ngobrol, sampai mendengarkan alias menguping
perbincangan seru antara sesama rekan sejawat para dokter. Ruangan yang nama
aslinya adalah Ruang Komite Medik ini lebih terkenal disebut sebagai ruang coffee break alias kopi pecah, demikian
aku menyebutnya (coffee=kopi, break=pecah), karena di sinilah para dokter rumah
sakit ladang TUHAN mengambil waktu mereka untuk beristirahat sejenak sambil
minum kopi, makan camilan, nonton televisi, berselancar internet, dan bermain
kibor.
Aku
mencatat ada tiga fungsi yang paling menonjol dari ruang kopi pecah ini. Fungsi
yang pertama adalah sebagai ruang belajar, berdiskusi, dan berbagi informasi
seputar dunia kesehatan, obat, pelayanan, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas pokok rumah sakit. Setiap hari Jumat siang sekitar jam dua belas
sampai selesai, biasanya diadakan pertemuan rutin untuk meningkatkan
pengetahuan para dokter, perawat, apoteker, dan petugas rekam medis yang
terkait. Pertemuan tersebut dapat berupa presentasi produk obat paten,
presentasi dokter yang sedang dalam proses pengangkatan menjadi karyawan tetap,
presentasi program kerja rumah sakit, dan lain sebaginya. Yang menjadi daya
tarik utama para peserta yang diundang bukan melulu pada materi presentasi itu
sendiri melainkan pada makanan prasmanan yang disajikan dengan menu yang
bervariasi. Sambil menikmati makanan lezat, sambil menyimak pula presentasi.
Selain itu, biasanya terdapat acara pembagian hadiah kejutan alias doorprize yang cukup kuat menjadi
iming-iming alias gratifikasi bagi para dokter untuk meresepkan obat-obat paten
yang dipresentasikan itu. Tidak masalah bagiku dengan adanya praktek “suap”
terselubung itu, asalkan aku tetap berpedang pada prinsip. Prinsipku adalah
tetap memegang teguh janjiku ketika dilantik sebagai seorang dokter, yaitu
tidak mencelakai pasien dan terus meningkatkan kompetensi diri. Bahasa
Inggrisnya adalah “do no harm” dan ”life long loearning”.
Fungsi
kedua ruang kopi pecah ini adalah sebagai tempat bersekutu yang nyaman bagi
para dokter yang bekerja di rumah sakit ladang TUHAN ini. Setiap hari Kamis
minggu kedua, bagian sosiopastoral rumah sakit mengadakan pendalaman Alkitab
bagi para dokter. Difasilitasi oleh para pendeta rumah sakit sebagai moderator,
terkadang mengundang pendeta dari luar sebagai pembicara, acara PA berjalan
dengan sangat seru dan dinamis. Seru karena kadang dapat terjadi semacam debat
pendapat dan pandangan antara dokter, fasilitator, dan pembicara. Dinamis
karena diskusi-diskusi yang terjadi tidak dapat diprediksi hasil akhirnya.
Dokter-dokter senior maupun junior, laki-laki maupun perempuan, umum maupun
spesialis, tumpah ruah dengan segala macam uneg-uneg, pengalaman, dan pendapat
mereka. Aku sangat senang mengikuti kegiatan PA rutin di kopi pecah ini karena
aku dapat menambah wawasan dan pengetahuanku dalam bidang pelayanan medis yang
holistik untuk kemuliaan TUHAN. Bagianku yang terbesar adalah mendengarkan
dengan seksama dan penuh perhatian setiap ucapan para peserta PA, merenungkan,
mengendapkannya, untuk kemudian kurefleksikan dan kukontlempasikan bagi diriku
sendiri sehingga menambah kaya khasanah batinku. Tidak jarang, aku pun juga
mengungkapkan isi hatiku dengan jujur, tulus, dan terbuka di PA ini dengan
berpegang bahwa yang hadir semuanya sudah kuanggap sebagai bagian keluarga
rohaniku.
Fungsi
ketiga mungkin hanya berlaku bagi diriku secara pribadi. Di sini, aku bisa
memperoleh berbagai macam informasi penting yang sifatnya bukan untuk konsumsi
umum. Misalnya, diskusi-diskusi sesama dokter senior perihal pasien yang
ditanganinya, bagaimana kondisi mereka, masalah-masalah apa yang dihadapi dokter
dan rumah sakit, dan bagaimana seolusi terbaiknya. Selain itu, ada juga
masalah-masalah di luar tembok rumah sakit yang dibicarakan secara sepintas
lalu seperti masalah keamanan kota, kesejahteraan masyarakat, kebijakan
pemerintah, kasus-kasus yang melibatkan dokter di Indonesia, dan lain-lain. Aku
banyak mendengar bagaimana para dokter senior mengungkapkan pendapat mereka
dengan cukup santun meskipun tidak jarang terjadi perbedaan-perbedaan di sana
sini. Sumber informasi itu dapat berasal dari mana saja, pada umumnya adalah
media massa seperti koran dan televisi. Aku belajar bahwa hal-hal yang kubaca
dan kuperhatikan di media massa itu merupakan mozaik kehidupan yang jika
dirangkaikan dengan tepat, akan memberikanku wawasan yang cukup kaya untuk
mengambil keputusan strategis. Aku juga belajar bahwa dengan duduk diam
mendengarkan baik-baik itu jauh lebih bermakna dan berarti daripada terlalu
banyak bicara dengan motivasi sesumbar untuk menunjukkan kepintaran atau
kepiawaianku dalam berolah pikir.
Kopi
pecah menjadi saksi bisu dinamika kehidupan personal dan profesional para
dokter di rumah sakit ini. Di sinilah sejarah disaksikan dan dibentuk kembali
oleh pribadi-pribadi yang terpanggil dan terpilih sesuai dengan rencana TUHAN.
Bagi mereka yang menyadarinya, sungguh amat menjadi berkat yang luar biasa
bukan hanya bagi diri sendiri dan kelompoknya melainkan juga bagi seluruh
civitas hospitalia, masyarakat, bangsa, dan negara. Kiranya melalui hal-hal
sederhana yang disaksikan dan diperbincangkan di ruangan ini, banyak hal besar
dapat terjadi yang menjawab setiap permasalahan yang membelit bangsa Indonesia
tercinta ini. Hidup kopi pecah! Hidup ladang TUHAN! Hidup Indonesia!
(Rumah Cahaya, Minggu
14 April 2013)
Komentar