Sang Pustakawan Sejati
Aku mengenal namanya hanya
sebatas Bu Ari. Bu Ari penjaga perpustakaan. Kesan pertama mungkin agak jutek atau
kurang senyum. Tapi lama kelamaan seiring berjalannya waktu, aku semakin
mengenal beliau. Ternyata beliau orang yang sangat perhatian. Sangat teliti,
berdedikasi tinggi. Suka membaca juga rupanya. Jelas, kan pustakawan eh
pustakawati! Lucu jika seorang pustakawan atau pustakawati tidak gemar membaca.
Hidupnya pasti akan membosankan sekali karena sehari-harinya berkutat di antara
buku-buku. Tapi, kalau seorang yang gemar membaca pasti akan merasakan
perpustakaan sebagai surganya. Bahkan, bagi seorang kutu buku, surga baginya
pastilah akan dipenuhi dengan beribu-ribu bahkan berlaksa-laksa buku yang tidak
akan habis dibaca sepanjang kekekalan. Wow, luar biasa!
Kembali
ke Bu Ari. Setiap hari aku biasanya menyempatkan diri untuk ke perpustakaan
rumah sakit, tempat mangkal beliau. O iya, aku lupa bercerita. Di rumah sakit
di mana TUHAN menempatkanku ini terdapat sebuah perpustakaan yang sangat nyaman
dan terus berfungsi hingga saat ini. Letaknya di lantai tiga. Isinya? Jangan
ditanya! Buku-buku dari berbagai macam tema ada di situ. Buku kesehatan,
perawatan, theologi, psikologi, novel, majalah, dan lain sebagainya tersusun
dengan rapi dan apik di sana. Siapa lagi kalau bukan Bu Ari yang setia menyusun
dan menjaga buku-buku itu sehingga selalu terawat dengan baik?
Dulu
Bu Ari ditemani oleh Bu Sri dan Pak (aduh lupa namanya, maaf). Tapi sekarang Bu
Sri sudah pensiun dan Pak (lupa namanya) sudah meninggal. Tinggallah Bu Ari
seorang diri berjibaku menjaga perpustakaan rumah sakit supaya tetap eksis dan
berfungsi. Jangan anggap remeh pekerjaan Bu Ari! Jika tidak ada Bu Ari, maka
siapa yang akan melayani para peneliti dan para pencari ilmu di rumah sakit
ini? Mereka bakalan kebingungan mencari-cari sumber referensi yang lengkap dan
mudah ditemui. Meskipun sekarang sudah zaman mbah Google, tetap saja referensi
berupa buku masih sangat bertuah kuasanya. Bu Ari selalu siap melayani
kami-kami para penggila pengetahuan ini dengan menunjukkan sumber-sumber bacaan
yang tepat atau kurang lebih pas bagi kebutuhan kami. Namun, karena sekarang Bu
Ari sendirian di perpustakaan, maka beliau tidak bisa lagi berkeliling ruangan
‘menjajakan’ buku bacaan kepada pasien dan keluarganya. Dulu, sewaktu masih ada
temannya, Bu Ari sering berkeliling ruangan sambil mendorong lemari kecilnya yang
berisi buku-buku menarik yang dipajang sedemikian rupa. Beliau menawarkan
kepada setiap pasien atau keluarganya buku-buku yang dirasa pas bagi mereka.
Pelayanan ini kelihatan sepele, tapi sangat luar biasa lho! Coba bayangkan diri
kita sebagai seorang pasien yang harus menunggu waktu tindakan medis atau waktu
untuk pulang. Tentu bosan dan jenuh melanda, bukan? Nah, bayangkan dalam
kebosanan itu tiba-tiba datanglah seorang ibu dengan baiknya menawarkan
bacaan-bacaan yang kita sukai. Lenyaplah bosan, hilanglah jenuh. Bertambahlah
sukacita dan pengetahuan kita. Jiwa kita disegarkan. Dan, kita tidak lagi
merasa kuatir, takut, atau galau manakala menunggu waktu pulang atau tindakan
medis itu.
Selain
urusan perbukuan, ternyata Bu Ari punya hal lain yang juga menjadi nilai
lebihnya. Bu Ari suka bersekutu, bersehati, dan berdoa bersama-sama dengan
sesama ibu-ibu yang tergabung dalam korps civitas hospitalianya. Bu Ari suka
mendengarkan keluh kesah sesama rekan kerja di ladang anggur Tuhan ini manakala
mereka berkunjung ke perpustakaan sekedar melepas kepenatan dan kejenuhan
kerja. Tidak jarang orang-orang yang datang ke perpustakaan itu sebenarnya
orang yang membutuhkan siraman air kehidupan karena sehari-harinya terpapar
kegersangan padang gurun dunia. Di dalamnya termasuk aku juga. Aku sering
‘melarikan diri’ ke perpustakaan hanya sekedar untuk mendinginkan suasana hati
atau sekedar ingin ngobrol dengan Bu Ari. Rasanya plong atau lega sekali
setelah ngobrol ngalor ngidul dengan
Bu Ari. Bahan obrolan berkisar seputar kehidupan keluarga dan pekerjaan
sehari-hari. Tidak ada yang terlalu wah. Tapi, itu semua sangat membantu kami
menemukan oasis kehidupan.
Dari
bahan-bahan obrolan itu, aku jadi tahu informasi-informasi penting seperti
siapa saja pegawai yang sedang sakit atau hamba Tuhan yang sedang dirawat di rumah sakit. Pernah aku
mengunjungi salah seorang pasien yang adalah anak pegawai rumah sakit yang
sedang sakit atau dalam terapi di ruangan. Aku berkunjung untuk sekedar berdoa
bersamanya. Berdasarkan informasi dari Bu Ari, aku jadi bisa berdoa dengan
lebih spesifik dan sesuai dengan situasi. Pengalaman-pengalaman ini sangat
berkesan bagiku.
Sungguh
luar biasa peran Bu Ari bagi kelangsungan kesejahteraan pegawai rumah sakit
ini. Meskipun tidak banyak yang mengetahui, aku tahu dan percaya bahwa TUHAN
pasti sangat menghargai apa yang diperbuat Bu Ari. Upahnya pasti sangatlah
besar di surga. Aku banyak belajar dari Bu Ari tentang sepi ing pamrih rame ing gawe. Meskipun kecil di hadapan manusia,
jika kita bekerja dengan segenap hati untuk TUHAN, maka segala pekerjaana kita
itu tidaklah sia-sia. Itulah yang kudapatkan dari interaksi dengan seorang
pustakawati sejati ini.
Komentar