Petualangan Naik Bus
Naik bus keliling kota. Siapa
yang pernah melakukannya? Saya pernah, entah sendiri entah bersama-sama.
Pengalaman naik bus kota satu putaran sendirian pernah saya lakoni sekali dua
kali dulu ketika masih bujangan. Motivasinya hanya sekedar melepas kejenuhan
dan melihat-lihat suasana kota sepintas lalu. Sedangkan naik bus bersama Mas
Cah pernah saya lakukan satu dua tahun yang lalu. Waktu itu kami naik bus Trans
Jogja jurusan RS Bethesda-Prambanan-RS Bethesda. Waktu itu bus Trans Jogja
masih adem dan nyaman sekali. Waktu itu pula saya pertama kali naik bus Trans
Jogja. Beberapa menit perjalanan saya sempat jatuh tertidur karena begitu
nyamannya. Mas Cah berhasil mengambil gambar saya sewaktu tertidur dengan
kamera ponselnya. Sungguh bukan hasil yang fotogenik tentunya. Pengalaman kedua
kali naik bus Trans Jogja jurusan yang sama, RS Bethesda-Prambanan-RS Bethesda,
mempunyai kenangan tersendiri. Kenyamanan sudah agak berkurang, penumpang pun
banyak yang tidak kebagian tempat duduk. Selama perjalanan itu, saya mengajak
ngobrol seorang bapak yang lanjut usia namun masih tampak segar bugar. Saya
ngobrol ngalor ngidul dan iseng-iseng menanyakan kepadanya perbedaan situasi
sewaktu G 30 S dengan sewaktu awal-awal reformasi dulu. Menurut penuturan
beliau, suasana waktu G 30 S jauh lebih mencekam. Saya pun hanya
manggut-manggut sambil membayangkan.
Perjalanan
naik bus itu menurut saya sangatlah menyenangkan. Banyak hal yang bisa saya
dapatkan selama duduk diam menikmati perjalanan. Saya bisa memperhatikan aneka
rupa penumpang yang sama-sama duduk atau berdiri selama perjalanan. Ada yang
sendiri, berdua-dua, sampai berombongan. Ada yang diam, tidur, membaca,
mendengarkan musik, dan ada pula yang mengobrol. Dari obrolan yang secara
otomatis saya dengar, saya menebak-nebak berbagai macam hal seperti latar
belakang, pekerjaan, kesibukan, keluarga, dsb dari para penumpang tersebut.
Diam-diam saya mencoba menempatkan diri pada posisi mereka. Melatih empati,
mungkin itulah yang sedang saya lakukan. Ada kalanya, saya terdorong untuk
berdoa dalam hati bagi penumpang, sopir, atau kota yang sedang saya jelajahi.
Dalam berdoa itu, saya melatih kepedulian dan kepekaan akan kebutuhan mereka
yang sedang saya doakan. Namun, lebih sering saya hanya duduk diam dan
beristirahat tanpa ada keinginan untuk mendengarkan ataupun berdoa macam-macam.
Saya mengistirahatkan badan dan pikiran sejenak sebelum kemudian aktif lagi
setelah sampai di tempat tujuan. Dalam beristirahat itu, saya tetap waspada dan
berjaga-jaga terhadap berbagai kemungkinan. Saya selalu awas terhadap posisi
pintu atau jendela darurat dan siap kalau-kalau terjadi peristiwa yang tidak
diinginkan semisal kecelakaan. Saya juga selalu siaga kalau-kalau ada tangan
usil atau jahil yang berniat mengganggu keamanan dan kenyamanan. Di atas semua
itu, saya selalu berserah kepada TUHAN sepanjang perjalanan.
Dari
pengalaman naik bus yang belumlah seberapa itu, saya memperoleh beberapa
manfaat bagi diri saya maupun bagi orang lain. Bagi diri saya, saya memperoleh
kepuasan dari kegiatan duduk diam, mendengarkan, kadang berdoa, dan
beristirahat sambil melihat-lihat dan menikmati pemandangan kota sepintas lalu.
Saya puas melihat situasi dunia sekeliling saya pada saat itu untuk kemudian
melanjutkan kembali perjalanan hidup saya yang entah sampai kapan. Selain itu,
saya juga menambah pengetahuan dan pengalaman dari apa yang saya lihat, dengar,
dan rasakan selama perjalanan naik bus. Pengetahuan itu bisa menjadi bekal saya
dalam melanjutkan petualangan kehidupan bersama TUHAN. bagi orang lain, saya
menganggap bahwa orang yang naik bus itu termasuk pahlawan lingkungan. Mereka
membantu mengurangi kepadatan lalu lintas dan polusi. Dengan semakin banyak
orang yang naik bus atau kendaraan umum massal lainnya, semakin sedikitlah
jumlah pengendara kendaraan pribadi sehingga berkuranglah kemacetan. Di samping
itu, kita dapat belajar untuk sungguh-sungguh hidup merakyat, berdampingan
dengan sesama, dan tidak mengagung-agungkan ego berkedok privasi.
Semoga
ke depannya pelayanan bus kota dan angkutan umum dapat semakin baik lagi
sehingga kesempatan untuk mengalami perjumpaan yang bermakna dengan sesama
dapat semakin sering terjadi. Dan, dari perjumpaan dengan sesama itu, kita
dapat belajar mengenali perjumpaan dengan TUHAN yang kadang menyamar di
keseharian kita.
(Ladang anggur TUHAN di
Yogyakarta, 7 November 2013)
Komentar