Kisah Si Domba Kecil ^^

Seekor domba kecil sedang melamun sendirian di padang rumput hijau yang terhampar luas dikelilingi pemandangan indah yang menakjubkan. Bukan tanpa alasan ia terpisah sejenak dari kawanan domba peliharaan sang gembala. Ia sedang merenungkan sesuatu. Sesuatu yang penting bhhaloerkenaan dengan hidupnya. Hidupnya yang singkat saja bagai uap yang sebentar lagi akan hilang. Dengan hati yang begitu terbeban si domba kecil memandang langit luas sambil menghembuskan nafas panjang. Hhhh… hidupku ini mau dibawa ke mana? Ke mana aku harus melangkah? Apakah aku akan hidup, tumbuh, dan berkembang, kemudian mati di sini saja? Begitulah kir-kira pemikiran si domba kecil yang membutuhkan jawaban bijak, entah dari mana dan bagaimana.

Sambil berjalan-jalan menuju ke telaga bening di depannya, si domba kecil memikirkan suatu hal. Sudah sejak dari kakeknya, sampai ayah ibunya, tradisi untuk disembelih sebagai korban bakaran di Bait Allah begitu mendarah daging dan mengurat akar. Dan semua domba juga sudah tahu kalau dirinya, si domba kecil, bakalan menyusul jejak keluarganya yaitu menjadi domba sembelihan sebagai korban bakaran yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. Yang membuat si domba kecil gelisah adalah adanya kemungkinan lain selain menjadi korban bakaran. Apakah dia punya pilihan lain. Atau apakah ia harus menerima saja nasibnya sebagai penerus tradisi keluarga. Bingung oh sungguh bingung, keluh si domba kecil.

Ketika kakinya menjejak air sejuk di telaga bening, dilihatnya sang anak gembala berlari-lari mendekatinya. Tampak wajah lega di sela-sela nafasnya yang memburu karena habis berlari jauh. Nampaknya si anak gembala memang sengaja mencari si domba kecil yang telah menghilang dari kelompoknya. Sambil tertawa gembira, sang anak gembala ikut masuk ke telaga bening itu, menepuk-nepuk kepala si domba kecil, dan bermain air bersamanya.

“Ke mana saja kamu, kecil? Aku mencarimu ke mana-mana tadi. Tak tahunya kamu ada di sini…” kata sang anak gembala dengan lembut.

“Mengapa kamu memisahkan diri dari kawananmu?”

Kalau saja si domba kecil bisa bahasa manusia, sudah barang tentu ia akan menjawab semua pertanyaan itu dengan menceritakan keluh kesahnya.

Seolah tahu apa yang dipikirkan oleh si domba kecil, sang anak gembala pun mulai bercerita, “Tahukah kamu, kecil, aku sebenarnya tidak harus menjadi gembala kalau sudah besar nanti. Ayahku begitu baik padaku, dia tidak pernah memaksaku untuk menjadi gembala sepertinya. Bahkan, dia membebaskanku untuk menjadi apapun yang aku suka. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, aku tahu ayahku sangat mengharapkan aku untuk jadi gembala meneruskan pekerjaannya selama ini. Dan karena aku sangat mengasihi ayahku, aku ingin menyenangkan hatinya. Maka, aku putuskan untuk menjadi gembala. Tidak, kecil, aku tidak terpaksa melakukannya. Aku memilih untuk menjadi gembala karena aku mengasihi ayahku dan kasih tidak pernah memaksa.”

Si domba kecil mendengarkan ucapan sang anak gembala sambil bermain-main air dengan keempat kakinya. Hmmm… pilihan… apakah aku punya pilihan juga?

“Kecil, kalau aku jadi kamu, aku mungkin juga akan bingung menentukan pilihan. Bahkan aku mungkin tidak tahu apakah aku punya pilihan atau tidak. Tapi kalau kamu jadi aku, kamu pasti bisa memilih apa yang kamu suka. Hidupmu adalah pilihanmu, kecil. Jangan menjalaninya dengan terpaksa,” setelah mengatakan itu semua, sang anak gembala pun segera pergi lagi meninggalkan si domba kecil sendirian di tepi telaga.

Hmmm, benar juga apa kata sang anak gembala, pikir si domba kecil… Aku tidak harus menjadi apa yang selama ini menjadi tradisi keluargaku. Aku bisa bebas berkelana ke mana pun aku mau. Tapi kalau pergi dari kawanan ini, aku mau ke mana? Di luar sana apakah juga ada padang rumput dan telaga seperti di sini? Belum lagi, bagaimana dengan kawaban serigala yang sering mengancam jiwa domba-domba yang tersesat? Kalau dipikir-pikir, lebih aman untuk tetap tinggal di kawanan sang gembala dan mempercayakan hidup pada pimpinannya karena sang gembala tahu mana yang terbaik bagi domba-dombanya.

Pikiran si domba kecil melayang kembali kepada sang gembala. Sang gembala selama ini selalu memperlakukannya dengan kasih sayang. Kalau ada yang terluka, dia merawatnya sampai sembuh. Setiap hari sang gembala selalu membawa domba-dombanya ke padang rumput yang kaya akan rumput-rumput hijau nan segar. Kalau ada serigala yang mengincar kawanan dombanya, sang gembala selalu melindungi dengan sekuat tenaga. Kalau ada yang hilang, dicarinya sampai ketemu dan dibawa pulang dengan sukacita. Dan si domba kecil kembali merasa beruntung menjadi kawanan domba gembalaan sang gembala.

Senyum bahagia menghiasi wajah si domba kecil. Ia juga teringat akan pengalamannya bermain-main dengan sang anak gembala. Dan terutama, dia ingat akan perkataan bijak sang anak gembala. Dia punya pilihan. Dan si domba kecil pun memilih untuk tetap mengikuti sang gembala ke mana pun sang gembala membawanya pergi. Dia tidak lagi takut atau gelisah akan masa depannya. Kalau toh dia akan disembelih juga untuk korban bakaran bagi Tuhan, itu bukanlah sesuatu yang mengerikan. Malah sebaliknya, itu merupakan hal yang sangat membanggakan karena siapa saja juga tahu kalau hanya domba-domba terpilih saja yang dapat dipakai sebagai korban bakaran yang tidak bercacat cela.

Dengan hati yang telah diperbaharui, si domba kecil pun kembali ke kawanannya dan mulai menikmati hidupnya dengan lebih bersukacita. Sang anak gembala dan sang gembala menyambut kembalinya si domba kecil dengan tak kalah bersukacita. Dan mereka pun bermain-main bersama, memelihara si domba kecil sampai dewasa, dan setelah tiba waktunya, si domba kecil pun terpilih untuk menjadi korban bakaran yang menyenangkan hati Tuhan.

(Di surga, sang Gembala Agung dan para malaikatNya bersukacita karena si domba kecil telah kembali kepadaNya dan mempersembahkan hidupnya tanpa ada kata terpaksa. Sang Anak Gembala pun menyambut hangat kedatangan si domba kecil dan mengajaknya bermain untuk selama-lamanya.^^)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.