Masalah

Ada yang bilang bahwa masalah itu mendewasakan seseorang. Semakin banyak masalah yang dihadapi, maka orang tersebut akan semakin terampil dan kuat dalam menjalani hidup. Kuat tidaknya seseorang ditentukan oleh kemampuannya dalam mengatasi masalah. Masalah. Ya, masalah. Ada apa dengan masalah? Mengapa banyak orang menghindarinya padahal justru dengan masalahlah seseorang dapat teruji dan menjadi semakin bertumbuh dewasa? Itulah yang sedang dipikirkan Grace akhir-akhir ini. Kecenderungan Grace untuk berpikir dan merenung merupakan ciri khas Grace selama ini. Apa saja dia pikirkan. Mulai dari hal sederhana sampai hal rumit. Namun jarang sekali pemikirannya itu membuahkan hasil yang membangun dirinya sendiri maupun orang lain. Yang ada malah Grace menjadi mudah stress dan murung berkepanjangan.
“Ayo Grace, jangan melamun terus,” seru Yesi menasihati Grace suatu ketika saat mereka sedang menunggu jam kuliah berikutnya di lobby kampus.
“Ah, siapa yang melamun?” bantah Grace kesal karena pikirannya diinterupsi dengan tidak sopan.
“Lha itu tadi apa? Bengong terus, padahal kita-kita lagi asyik ngerumpi,” kata Yesi diikuti cekikian dan derai tawa teman-teman yang lain.
“Iya, Grace… nggak baik lho melamun sendirian. Mending juga ngobrol-ngobrol sama kita. Atau paling enggak, bagiin dikit kek apa yang sedang kamu pikirkan itu. Siapa tahu berguna buat kita-kita ini,” kata Nita sambil menepuk-nepuk bahu Grace.
“Sudah kubilang aku nggak melamun. Aku cuma lagi mikir…”
“Mikirin apa sih, Grace?” tanya Fifi, seorang teman PMK Grace yang juga sedang menunggu jam kuliah.
“Mau tahu aja… aku jadi lupa nih tadi mikir apa aja, gara-gara kalian sih yang memutus pikiranku…” kata Grace dengan nada agak menyesal.
“Aduh, Grace… paling juga lagi mikirin praktikum atau ujian sebentar lagi,” sahut Yesi. “Sudahlah, nggak usah dipikirin sampai pusing begitu. Kita-kita juga sama-sama belum belajar kok,” sambungnya.
“Siapa yang mikir ujian? Terus apanya yang belum belajar? Nggak usah belajar juga kalian pasti bisa menghadapi ujian dengan sukses, kalian kan pintar,” kata Grace dengan nada merendah karena sadar bahwa prestasi akademisnyalah yang paling kacau di antara semuanya.
“Ah nggak juga Grace, kita-kita nih biasa-biasa aja… Kalau nggak belajar juga nilainya pasti jelek… Kamu itu yang pintar, jarang belajar tapi bisa lulus terus ujiannya,” kara Nita membesarkan hati Grace.
“Apanya yang pintar? Nilaiku pas-pasan aja, nggak seperti nilai kalian yang selalu cum laude,” bantah Grace masih saja merendah.
“Grace, Grace… apalah artinya nilai dibanding dengan proses yang sudah kita lalui selama kuliah? Yang penting itu bukan nilainya Grace, tapi apakah kita memahami apa yang kita pelajari,” kata Fifi dengan bijaknya. Semua pun mengamininya.
“Ya sudah, aku menyerah deh…” kata Grace dengan tersenyum simpul. “Kalian lagi ngerumpiin apa sih?”
“Ah ini Grace, kita lagi ngomongin kak Salomo, tahu kan?” kata Yesi.
“Kak Salomo?” tanya Grace penasaran.
“Iya, kakak angkatan kita itu, anak PMK juga,” kata Nita. “Dengar-dengar katanya dia ditemukan nggak sadarkan diri di kamar kostnya.”
“Hah? Kok bisa?” tanya Grace kaget.
“Gak tahu, tapi kata kak Christ, teman dekatnya, kak Salomo akhir-akhir ini sedang mengalami stress berat,” sambung Fifi.
“Stres berat?”
“Iya, katanya sih begitu. Nggak tahu sebabnya apa,” jawab Yesi.
“Terus sekarang gimana keadaannya kak Salomo?”
“Yah, sekarang sih katanya dia dirawat di Puri Nirmala,” jawab Nita dengan nada prihatin.
“Puri Nirmala? Separah itukah?” tanya Grace. “Terus gimana tanggapan teman-teman PMK?” lanjutnya.
“Wah kita masih belum tahu, Grace. Lagipula, sepertinya ini masih dirahasiakan, belum banyak yang tahu,” jawab Nita.
“Nggak ada yang pernah nyoba nengok kak Salomo?”
Semuanya menggelengkan kepala.
Pembicaraan itu terhenti karena dosen mata kuliah selanjutnya telah memasuki ruang kuliah. Mereka pun segera memasuki ruang kuliah dan untuk sesaat persoalah itu terlupakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasta

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.