Bab 13 – Di Tengah Misteri Tritunggal dan Anugerah
Malam itu, hujan turun lembut. Di ruang kerja mungil mereka, buku-buku teologi berserakan: Institutes of the Christian Religion, Knowing God oleh J.I. Packer, dan catatan-catatan dari kelas daring Esra Soru dan Budi Asali. Di tengah keheningan yang khidmat, Rio duduk menatap layar laptop, sementara Nia menggenggam secangkir teh hangat.
"Ni, aku rasa kita perlu memperdalam materi persekutuan besok. Ini sudah bukan soal beda pendapat biasa. Jemaat kita butuh diajak mengerti bahwa Allah Tritunggal bukan konsep kabur, tapi dasar seluruh Injil keselamatan," ucap Rio.
Nia mengangguk. "Dan mereka juga perlu sadar, keselamatan itu bukan hasil pilihan bebas manusia, tapi hasil karya Allah dari kekekalan."
Malam itu mereka mendiskusikan dengan semangat. Mulai dari kesatuan dan keunikan pribadi Allah Tritunggal—Bapa yang memilih, Anak yang menebus, dan Roh Kudus yang menyegel dan menerapkan karya keselamatan.
Rio menggambar skema di papan tulis kecil di ruang kerja mereka:
Bapa: Merancang keselamatan (Efesus 1:4-5)
Anak: Melaksanakan penebusan (Yohanes 6:37-40; Ibrani 9:12)
Roh Kudus: Menerapkan kepada orang pilihan (Yohanes 16:13-15; Roma 8:30)
"Tanpa Tritunggal, tidak ada Injil," kata Rio. “Kalau Yesus bukan Allah, salibnya tidak cukup. Kalau Roh Kudus bukan pribadi ilahi, kita tidak akan lahir baru. Dan kalau Bapa bukan pribadi yang berbeda dari Anak, siapa yang mengutus siapa?”
Nia menambahkan, “Itulah kenapa doktrin Tritunggal bukan teori rumit. Ia adalah wujud kasih kekal Allah yang bekerja demi keselamatan orang pilihan.”
Diskusi itu membawa mereka pada perenungan yang dalam. Keselamatan bukan hasil usaha, bukan keputusan manusia. Tapi karya Allah yang berdaulat—mulai dari pemilihan sebelum dunia dijadikan, sampai pemuliaan kekal.
“Kasih yang sejati adalah kasih yang memilih, menyelamatkan, dan menjaga sampai akhir,” kata Nia lembut. “Dan itu yang Allah Tritunggal lakukan.”
Minggu berikutnya, Rio berdiri di ruang persekutuan. Di hadapan jemaat yang biasa menghindar dari istilah-istilah seperti “predestinasi” atau “monergisme”, ia berdiri dengan tenang. Slide pertamanya hanya satu kalimat:
"Keselamatan adalah karya Allah, dari awal sampai akhir."
Ia menjelaskan lima tahapan ordo salutis:
-
Pemilihan oleh Bapa
-
Penebusan oleh Anak
-
Panggilan efektif oleh Roh Kudus
-
Pembenaran dan pengudusan
-
Pemuliaan
Beberapa wajah terdiam. Ada yang memicingkan mata, ada yang tertunduk. Tetapi beberapa yang selama ini ragu-ragu mulai tampak menyalakan catatan mereka.
Nia duduk di barisan belakang, tersenyum tipis. Di balik sikap diamnya, ia tahu—perjuangan mereka untuk memperkenalkan kebenaran yang tak populer ini sedang masuk babak penting.
Malam itu, di rumah, Rio berkata, “Kita sedang berjalan melawan arus zaman, tapi sejalan dengan arus kasih karunia Allah.”
Dan Nia menjawab, “Karena kita sudah dicengkeram oleh kasih yang tak bisa ditolak, Rio. Tak mungkin kita diam.”
Komentar