Bab 24 — Sindiran di Atas Panggung

Hari itu, gereja dihias megah. Balon-balon emas dan putih bergelantungan, kain panjang disusun membentuk tirai di altar. Ada tulisan besar di spanduk belakang panggung:

“Syukur dan Setia: 40 Tahun Gereja Kita Berdiri.”

Rio dan Nia duduk di deretan tengah. Mereka tidak terlalu ingin datang, tapi merasa ini momen penting untuk mengamati arah langkah gereja—dan berdiri di antara umat Tuhan, tetap sebagai bagian dari tubuh Kristus, meski dipinggirkan.

Saat acara ibadah selesai, sesi “fragmen drama” pun dimulai. Beberapa majelis naik ke panggung, mengenakan jubah ala tokoh-tokoh Alkitab. Namun sejak kalimat pertama, Rio langsung merasa ada yang ganjil.

Narator membuka dengan suara bergetar:
“Di zaman akhir, akan muncul mereka yang merasa paling tahu kebenaran... Mengutip ayat demi ayat, namun lupa kasih...”

Lalu muncul tokoh laki-laki yang menyerupai Rio—lengkap dengan rambut acak, kaus polos, dan ekspresi dingin—berdebat sengit dengan "pendeta".

“Kalau ajaranmu tidak sesuai Alkitab, aku akan bongkar di YouTube!” kata tokoh itu dramatis.

Beberapa jemaat tertawa kecil. Kamera gereja menyorot ke tengah ruangan—searah ke tempat Rio dan Nia duduk.

Rio hanya menoleh singkat ke Nia. Nia mengangkat alis, lalu menggeleng pelan.

“Kita lagi nonton teater rohani yang kehilangan naskah kudusnya,” bisik Rio.

Nia membalas dengan senyum tipis, lalu mencatat sesuatu di buku kecilnya. “Aku dapat satu ide. Kita bisa buat video tentang ‘Kasih dan Teguran: Bukan Hal yang Bertentangan.’”

Fragmen di panggung berakhir dengan dialog simbolik yang menohok:
“Yang penting bukan doktrin, tapi hubungan. Jangan sok paling benar!”

Tepuk tangan menggema. Beberapa jemaat melirik ke arah Rio dan Nia. Tapi pasangan itu tetap tenang. Tidak ada wajah marah. Tidak ada protes.

Malam itu, setelah pulang ke rumah, Rio menyalakan laptop. Nia membawakan dua cangkir teh hangat.

“Aku pikir drama tadi bukan fragmen untuk ibadah. Tapi panggung kepanikan,” kata Rio sambil mengetik skrip.

Nia duduk di sebelahnya, membaca kutipan dari Yohanes 17.

“Biar dunia tahu, bahwa kasih dan kebenaran tidak bisa dipisahkan. Dan kalau kita cinta gereja, justru kita harus berani menegur—dengan hati bersih.”

Mereka tak membalas dengan sindiran. Tak balas dengan panggung tandingan. Mereka membalas dengan terang—yang tak bisa disangkal, karena dasarnya adalah Firman.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa bagi Kota Tercinta

Yehova Zebaoth, TUHAN semesta alam.

Highlight Obrolan: Isu Kesehatan Mental