Bab 14 – Anugerah yang Tak Dapat Ditolak
Hening pagi itu mendadak riuh karena bunyi notifikasi WhatsApp meledak-ledak. Grup WAG Jemaat Remaja dan Dewasa mendadak jadi medan diskusi panas, bahkan debat terbuka. Rio baru saja mengirim tangkapan layar dari Westminster Confession of Faith bab X tentang Effectual Calling disertai kutipan:
"Semua yang Allah telah tetapkan untuk hidup kekal, dan hanya mereka, akan dipanggil secara efektif oleh Firman dan Roh-Nya... tanpa bergantung pada kehendak manusia."
Komentar itu memicu reaksi spontan.
“Maaf, Bro Rio, jangan bawa-bawa predestinasi ke WAG ini. Nanti anak muda bingung!”
“Doktrin boleh beda, asal tetap rukun, ya... Kita semua kan percaya Yesus.”
Rio hanya menanggapi dengan tenang. Tapi sebelum ia mengetik balasan, Nia sudah mendekatinya, menyerahkan segelas kopi.
"Kalau mereka bingung, itu tugas kita untuk bantu terangin. Bukan diam supaya nyaman," bisik Nia.
Rio tersenyum. "Iya, Ni. Tapi kadang aku mikir, orang lebih takut kehilangan harmoni sosial daripada kehilangan Injil yang sejati."
Kali ini, Rio membalas panjang:
“Justru karena kita sayang, kita bicara. Injil bukan sekadar ajakan, tapi kuasa Allah untuk menyelamatkan. Kalau keselamatan itu tergantung kehendak manusia, maka bukan Allah yang jadi pusat. Tapi kita. Padahal Efesus 2:1 jelas bilang: kita mati karena pelanggaran. Orang mati enggak bisa milih apa-apa.”
Lalu, seperti biasanya, disusul ayat demi ayat:
-
Yohanes 6:44 – “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jika ia tidak ditarik oleh Bapa…”
-
Roma 9:16 – “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usahanya, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”
-
Kisah Para Rasul 13:48 – “…semua orang yang ditentukan untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.”
Kali ini, bukan hanya para majelis yang terganggu. Beberapa jemaat mengirim pesan pribadi, bahkan mengajak Rio dan Nia “bertemu empat mata demi damai”. Ada juga yang bilang, “Terlalu teologis, bikin risih.” Tapi Rio tetap tenang. Ia bukan menyerang pribadi, tapi menyerukan kebenaran.
Di ruang kerja mereka malam itu, Nia membuka kembali buku Chosen by God oleh R.C. Sproul. Ia menandai satu kalimat:
“Anugerah Allah tidak bisa ditolak, bukan karena Allah memaksa, tapi karena Dia menghidupkan orang mati dan membuat mereka melihat kemuliaan Kristus yang tak tertahankan.”
Nia memandang Rio. “Kita ini dulu juga keras hati. Tapi anugerah-Nya bikin kita berlutut dan bilang, ‘Tuhan, aku tak bisa tidak datang kepada-Mu.’”
Rio menatap Nia dengan mata berbinar. “Karena anugerah itu, kita masih di sini. Bertahan. Menyala.”
Dan malam itu, mereka berdoa. Bukan supaya musuh jadi teman, tapi supaya Injil tetap murni, dan kasih karunia yang berdaulat tetap diberitakan. Meskipun jemaat marah, meskipun pendeta kecewa.
Karena bagi Rio dan Nia, lebih baik ditolak manusia daripada mengkhianati anugerah yang tak dapat ditolak itu.
Komentar