Bab 25 — Video Balasan yang Tidak Bisa Dibantah
Rio mengetik dengan cepat malam itu, jemarinya lincah di atas keyboard. Judul file itu simpel, tapi menggigit:
“Kasih Tanpa Kebenaran adalah Sentimentalitas Murahan”
Sementara di ruang sebelah, Nia duduk di depan rak bukunya, menata catatan-catatan tebal berisi kutipan dari Calvin, Louis Berkhof, hingga Anthony Hoekema. Ia menyusun daftar isi untuk episode pertama channel mereka: Sumunar — artinya: “yang memancarkan terang.”
“Nah, ini draft untuk episode pertama,” kata Rio, menyerahkan laptop ke Nia.
Nia membaca keras-keras:
“Banyak yang bilang ‘yang penting hubungan, bukan doktrin’. Tapi kalau hubungan dibangun di atas ajaran yang salah, itu bukan kasih. Itu kompromi.”
Dia mengangguk, menambahkan, “Kita fokus pada dua hal: doktrin keselamatan dan doktrin Tritunggal. Ini akar masalahnya.”
Rio membenarkan posisi kameranya. “Oke, kita mulai dari yang paling urgent.”
Beberapa hari kemudian, video pertama mereka tayang:
"Apakah Keselamatan Bisa Hilang? Klarifikasi dari Kitab Suci & Teologi Reformed."
Rio tampil simpel, duduk dengan latar rak buku dan catur kecil di sampingnya. Ia menjelaskan dengan tenang dan terstruktur:
“Saudara, kalau keselamatan bisa hilang, maka itu bukan karya Allah yang kekal, tapi hasil usaha manusia. Ini bukan ajaran Calvinis, ini semi-Pelagian. Efesus 1:13-14 menegaskan bahwa kita ‘dimeteraikan dengan Roh Kudus’ sebagai jaminan keselamatan.”
Ia lalu mengutip Yohanes 10:28—“Tak seorang pun akan merebut mereka dari tangan-Ku.”
Cut ke Nia yang duduk di depan piano, membuka kitab Yesaya.
“Allah Tritunggal bukan Satu Pribadi dengan tiga topeng. Itu ajaran Sabelianisme. Tapi gereja kita justru menyampaikan ilustrasi seperti itu dalam katekisasi anak. Ini bukan soal istilah, ini soal siapa Allah yang kita sembah. Kalau salah mengenal Allah, semua akan salah.”
Mereka tidak menyindir balik. Tapi menyampaikan kebenaran dengan terang dan kasih.
Penutup video itu adalah kalimat dari Nia:
“Kami tidak melawan manusia. Kami melawan kebingungan rohani. Kami bukan ingin memecah belah gereja, tapi memurnikannya.”
Tiga hari kemudian, video itu meledak di media sosial internal komunitas Kristen. Komentar bermunculan:
“Baru sekarang paham konsep predestinasi secara utuh.”
“Kok bisa ya, gereja lokal ngajarin keselamatan bisa hilang padahal ngaku Calvinis?”
“Kenapa selama ini nggak ada yang berani ngomong kayak gini di mimbar?”
Sebagian majelis murka. Mereka bilang video itu provokatif. Tapi mereka tidak bisa membantah isi dan kutipannya—karena semuanya Alkitabiah dan konsisten.
Rio hanya berkata pada Nia, saat mereka duduk berdua menatap jumlah viewers yang terus bertambah:
“Kita nggak bisa paksa mereka berubah. Tapi kita bisa pastikan terang itu tetap bersinar.”
Nia menambahkan pelan, sambil memetik satu nada lembut di pianonya:
“Dan terang itu... akan menunjukkan siapa yang sebenarnya berjalan dalam kasih dan kebenaran.”
Komentar